Aku Bahagia Menjaga Bayangmu
Cinta kita seperti kisah
fiktif, melekat hanya dalam bayang-bayang mimpi. Tidak terjadi dalam hidupku
yang nyata. Membeberkan surat-surat yang aku buat. Bertumpuk di kamarku, di
atas meja tempat aku menuliskan kisah ini. Suatu hari kau tak dapat mencium bau
tubuhku, memandang mataku yang letih, atau mendengar rayuanku yang terdengar kuno.
Surat yang aku tulis sampai saat ini, masih tertuju padamu.
Sebuah cerita turut menyertai, mengisahkan dirimu,
kasih. Bayang-bayangmu selalu menjelma menjadi jantungku. Saat aku mengingatmu,
getaran itu semakin kencang. Detakan jantungku semakin cepat, seirama dengan
denyut nadiku yang membara. Kau memelukku, dalam khayalanku. Mendekap harapan
ini, hanya sebatas mimpi.
Perlihatkan sedikit kepedulianmu padaku. Ucapkan
“selamat tidur” malam nanti. Percayalah aku akan begitu bahagia, mendengar
kalimat yang langka dari mulutmu. Setiap hari kau hanya membalas pesan dariku
dengan kalimat tidak lebih dari tiga kata. Sesekali hibur aku, memperjuangkanmu
dengan segala resiko. Konsep yang aku pakai untuk mendapatkanmu, menyerah
dengan sendirinya.
Kebingungan membelenggu pikiranku. Haruskah aku
teruskan perjuangan ini, hanya untuk bayang-bayang tanpa raga? Atau aku
terpaksa mundur untuk membiarkanmu bernafas dengan bebas. Membiarkanmu
mendapatkan pria yang kau idamkan. Memilih cinta dibumbui dengan kasih sayang
nyata. Haruskan aku pergi, agar kau bebas memilih cinta sejatimu.
Sempat aku berpikir, jika aku hanya menjadi pembatas
bagimu. Sebenarnya hatimu tidak tertuju padaku. Terimakasih sudah menghargaiku
sampai saat ini. Tapi haruskah aku menyerah? Agar kau bebas menentukan sikapmu.
Tanpa harus memikirkan perasaanku. Menemukan cinta yang nyata bersama pria
idamanmu.
Setelah aku pergi, barulah nanti kau sadar siapa yang
mencintaimu sepenuh hati, jantung, paru-paru dan seluruh organ tubuh. Siapa
yang tulus memberikan perhatiannya hanya untuk membaca pesan darimu. Siapa yang
dengan polosnya menelponmu setiap malam hanya untuk mendengar cacian darimu.
Saat kau marah, aku sangat bahagia. Sebab aku masih mendengar suaramu yang
indah. Amarah itu seperti rayuan, aneh bila suatu saat aku tidak mendengar
cacianmu lagi.
Bayang-bayangmu seakan tidak mau pergi dari
pikiranku. Bertempat tinggal dalam saraf. Memutuskan aliran dan sistem kerjanya.
Sehingga hanya ada dirimu dalam pikiran. Dalam kamar yang tidak begitu besar. Aku
selalu membayangkan kau datang padaku. Membawa kisah dan surat yang selalu aku
tulis, kemudian menangis dalam pelukku: merasakan begitu sulit untuk
memperjuangkanmu.
Walau hanya sebatas angan tanpa balasan, berupa mimpi
yang tak sampai. Aku bahagia menjaga bayangmu, agar tetap tinggal dalam hati
dan pikiran. Menemaniku dalam kekosongan hari. Menghibur sepi yang selalu
menusuk sampai lubuk hati. Aku bahagia menjaga bayangmu, sebagai teman
perjuangan. Merawatnya agar betah untuk selalu tinggal dalam diri, sehingga aku
tidak terlalu merasa kehilangan.
Kamar
Sastra Nakal, 26 Februari 2018
![]() |
| "Berkarya dengan rasa, Memilih dengan selera, Bertindak dengan nyata" |


👏
ReplyDeleteWahh terimakasih fah.
ReplyDelete