KETIKA BULAN HITAM
Nafri Dwi
Boy
Badan bulan terbelah
Seorang wanita yang
juga hitam
Menampakkan wajah.
Terbakar oleh api
kesombongan
Dibalut oleh
keserakahan
Kemudian melupakan
yang esa.
Ketika bulan menghitam
Wajahnya terus
menggambarkan dosa
Dari mulutnya,
terdengar doa yang sia-sia.
Tuhan mengutuk bulan
Menjadi hitam, karena
dia lupa
Jika cahyanya berasal
dari bintang.
Bintang disekitarnya
mulai menjauh
Tertiup angin
Meninggalkan bulan dan
kesombongannya.
“SENDIRI”
______________________________________
“Bulan
mendapatkan cahaya dari bintang
Manusia
meraih kesuksesan karena pergaulan
Semuanya
bermuara pada yang esa (tuhan)”
Tidak pernah terbayang olehnya untuk duduk di kursi
persidangan. Pernikahan yang baru seumur jagung terpaksa diakhiri. Sebagai
seorang istri, Irena benar-benar tertekan. Batinnya tersayat oleh pisau yang
tak tampak. Dia luka namun tak berdarah. Keluarga dari dua pihak yang berbeda sangat
kecewa dengan keputusannya. Jalan ini harus dia lakukan, enam bulan Irena
terkurung dengan penyiksaan.
Dia dipukul, ditampar, dipecut oleh pria yang tidak
layak disebut suami. Kasih sayang yang dijanjikan hanya sebatas angan. Irena
tidak ingin harta yang berlimpah menjadi lautan. Dia hanya ingin ketulusan,
bukan sekedar nafsu. Wanita itu benar-benar lega saat hakim memutuskan bahwa
mereka “secara sah bercerai.” Irena bebas, tidak ada lagi penyiksaan.
Tantangan yang akan dia hadapi selanjutnya adalah
rencana dalam menjalani hidup. Irena sebatang kara, orang tuanya meninggal
akibat kecelakaan lima tahun yang lalu. Wanita itu terlahir dengan nama Irena
(kedamaian). Tapi tidak sedikitpun kedamaian itu dia dapatkan. Pria yang telah
resmi menjadi mantan suaminya itu menatap ke arah Irena dengan tajam. Dari bola
matanya, tampak pria itu begitu dendam. Ingin rasanya dia keluar dari gedung
ini, kemudian pergi sejauh mungkin dari pria itu.
₪₪₪₪
Irena menjadi layang-layang di kota. Terbang tidak
tau arah dan tujuan. Hidupnya berpindah-pindah, mendapatkan rezeki dari menjual
koran. Jika lagi beruntung, Irena bisa mendapatkan Rp.20.000 dalam sehari. Namun
sering pula dia tidak berhasil menjual koran satupun. Meskipun dalam keadaan
lapar, Irena tidak pernah menjadi pengemis. Apalagi mencuri, Irena selalu
berjuang sebagai seorang wanita yang mempunyai harga diri.
Di tengah kepadatan kota, sekitaran lampu merah. Irena
semangat dalam menjual koran-korannya. Ikut menyebarkan informasi seputar
negeri ini kepada khalayak ramai. “Koraann..... Korannn....” teriak wanita itu
yang mulai diguyur oleh keringat.
“Korannya
pak?”
“Enggak
mbak.”
Lampu sudah
menyala hijau, Irena menepi terlebih dahulu sembari menanti lampu merah lagi. Siang
ini belum ada koran yang terjual, dilihatnya banyak sekali anak-anak yang ikut
mencari rezeki di jalanan. Mereka seharusnya mendapatkan asupan pendidikan. Menjadi
pelajar seperti yang lainnya. Bukannya berkeliaran mencari uang di jalanan.
Tiba-tiba Irena berdiri mendekati seorang wanita yang
sedang melihat-lihat di sebuah toko pakaian.
“Dewi!” wanita itu menoleh ke arah Irena.
“Ya ampun Irena, apa kabar?”
“Kabar baik kok Dew.”
Dewi melirik ke sekujur tubuh Irena. Irena sangat jauh
dari kata baik.
“Kamu menjual koran Ren?”
Irena hanya mengangguk
“Kamu gak pantas jual koran Ren.” Tiba-tiba Dewi
menyodorkan kartu nama “kamu cantik. Ini kamu temui Jek, dia paman saya.”
“Buat apa Dewi?”
“Lebih baik kamu kerja sama Jek saja, aku akan beri tahu
dia Ren.”
Seketika dari dalam toko keluarlah dua orang wanita yang
juga merupakan sahabat karib Irena.
“Ya, ampun... Bunga, Dina” Sapa Irena kepada teman
lamanya itu. Tapi mereka tidak menunjukkan sikap yang bersahabat.
Mereka tampak jijik melihat Irena karena pakaiannya yang
kusam. Pertemuan itu tampak begitu asing. Semuanya tidak sama seperti yang
dulu.
“Kamu ngapain sama dia Dewi? Ayo cepat kita pergi.”
Mereka pergi
meninggalkan Irena sendirian. Irena tampak bingung dengan tingkah mereka. Hanya
Dewi yang masih setia menjadi sahabatnya. Semua itu tidak membuatnya menunduk
lemas. Lampu menyala merah, kendaraan berhenti. “Koraaannn..... koraannn....”
Kembali wanita itu menjajakan korannya. Terkadang ada preman yang coba menggoda
wanita cantik itu. Irena tidak terpengaruh, itu adalah tantangan baginya untuk menghadapi
kehidupan yang semakin memeras dirinya.
₪₪₪₪
Jl. Jendral Sudirman nomor 4. Kartu nama itu tertuju
kesana. Irena penasaran dengan usaha pamannya Dewi. Sekarang alamat itu ada di
depan matanya. Sebuah super market yang cukup besar. Irena mulai tertarik
melihat seperti apa pekerjaan yang ditawarkan. Pelayannya segera memanggil Jek
(bos super market). Bangunan itu dibuat cukup unik, dengan tema klasik. “Min.
Rp. 0 Max. Rp.500.000, Berhematlah!” Salah satu kalimat yang tertempel di
dinding super market. Itu adalah aturan serta himbauan yang ada disini.
Memberikan pelajaran agar kita untuk berhemat.
Seluruh dindingnya dipenuhi dengan kata-kata
motivasi. Super Market ini selain buat usaha, juga menjadi wisata unik
menyajikan sensasi berbeda bagi pengunjung. Pria tampan menggunakan stelan jas
hitam datang dari sebuah ruangan. Menemui Irena yang saat itu duduk di ruang
tamu. Pria itu adalah Jek, bos dari super market ini. Duduk berhadapan dengan
Irena, wanita itu tampak canggung. Dia menunduk tidak mau melihat matanya Jek.
Jek begitu tampan, tapi dia sudah memiliki istri. “Kamu
mau bekerja disini?” sebuah penawaran yang meluncur dari mulut Jek. Irena
terdiam, lama memikirkan sesuatu yang ragu.
“Pekerjaannya
apa?”
“Menjadi
pelayan di super market ini.”
Irena
melihat peluangnya untuk memperbaiki hidup tampak cerah. Dia mengangguk
menerima penawaran dari Jek.
“Gajimu
sebulan tiga juta.”
“Apa? Tiga juta.”
“Iya tiga
juta, kalau kamu bisa bekerja dengan baik. Nanti perlahan gajimu akan naik.”
Angka itu
tidak pernah dilihatnya selama ini. Irena beruntung bisa bertemu dengan Dewi. Dewi
sangat membantu Irena, memberikan cahaya kembali bagi Irena untuk menjalani
kehidupannya.
“Saya
terima, pak Jek.”
“Jagan
panggil saya pak, cukup jek saja.”
₪₪₪₪
Irena
merapikan produk makanan di gudang. Wanita itu sangat ulet dan cekatan. Kecantikannya
sungguh luar biasa, karyawati di tempatnya bekerja bahkan sampai iri dengannya.
Sebulan dia bekerja disana, tingkat kepuasan terhadap pelayanannya meningkat
signifikan. Irena dinobatkan sebagai pelayan terbaik bulan ini. Kinerjanya itu
menarik perhatian Jek. Irena mendapatkan banyak teman disana. Seluruh karyawan
senang bisa bergaul dengan Irena.
Irena dengan senang hati membantu rekannya yang
sedang kesulitan. Jika pekerjaannya sudah selesai. Dia selalu menawarkan
bantuan kepada rekannya yang lain. Ketika waktu istirahat tiba, karyawan pria
berbondong mengajak Irena untuk makan siang. Kalau berhasil, Irena dengan
senang hati menerima ajakan mereka. Tapi kalau tidak, Irena lebih memilih makan
siang bersama karyawati lainnya.
Kehidupan Irena meningkat, dari hasil kerjanya Irena
berhasil membeli kredit motor. Sebagai sarananya untuk mengefisiensi waktu, wanita
itu sangat disiplin. Pakaian yang dia gunakan tidak lagi kusam. Makanan yang
dia konsumsi sudah meliputi 4 sehat 5 sempurna. Jek menatap wanita cantik itu. Irena
tersipu malu melihat tatapan bosnya.
Semakin dekat, pria itu menuju ke arah Irena. Irena
yang sedang mengemas produk menjadi gelisah. Di ruangan itu hanya ada mereka
berdua. Jek berdiri di depan Irena, sebuah ciuman mendarat di bibir Irena. Nafas
Irena menjadi terengah-engah, jantungnya berdebar kencang. Pikiran Irena hampa,
dia hanya merasakan ciuman itu mendarat di bibirnya. Ciuman yang tidak pernah
terbayangkan sebelumnya, dari seorang pria yang menjadi idola yaitu bosnya
sendiri.
“Aku akan menjadikanmu direktur keuangan, asalkan kau
mau melayaniku” Jek memberikan pernyataan yang mengejutkan. Irena menjauh dari
Jek. Kemudian tidak mau menatap pria tampan itu. Irena ketakutan, melanjutkan
pekerjaannya. Tidak berani berkomentar, kemudian Jek pergi meninggalkan Irena
sendiri.
Hari-hari berikutnya Irena bekerja tidak seperti
biasanya. Ucapan Jek selalu berdenging dipikirannya. Semua itu mengganggu
konsentrasinya dalam bekerja. Ada tekanan batin yang mulai dia rasakan. Jek
selalu menatapnya tidak seperti biasanya. Pria itu terus menggoda Irena, memberikannya
coklat, hadiah, gaji tambahan. Selalu mengikuti Irena setiap ada kesempatan.
Irena ingin berhenti bekerja, tapi tidak ingin menjadi layang-layang kota
kembali. Tidak ingin bekerja semrawutan. Ingin tetap menerima gaji seperti
biasanya.
₪₪₪₪
Irena baru selesai keramas, dengan setelan baju
tidurnya yang imut. Kemudian mengambil handphone
yang seketika berdering. Dilihatnya sebuah pesan yang masuk itu.
“Tentukan
pilihanmu besok, atau tidak sama sekali.” Jek
Pesan itu
ultimatum bagi dirinya. Irena menangis, ada niatnya untuk berhenti bekerja tapi
dia tidak ingin menjadi gelandangan kembali. Irena mulai tergiur dengan jabatan
yang ditawarkan oleh Jek. Dari dulu Irena ingin menjadi istri Jek, tapi dia
mengurungkan niatnya karena Jek sudah punya istri. Dia pernah merasakan
perihnya permasalahan dalam berumah tangga.
Irena
sangat ingin menjadi direktur keuangan. Itu adalah karir yang sangat dia
idamkan. Pilihan itu terasa begitu sulit. Saraf otaknya kembali berpikir
tentang posifit dan negatif. Irena tidak bisa tidur, sepanjang malam dihantui
oleh pilihan itu. Kalau Irena ingin jabatan itu, artinya dia harus menyerahkan
kehormatannya kepada Jek. Itu adalah hal yang gila. Kecuali jika Jek
benar-benar ingin menikahinya.
₪₪₪₪
“Irena...” Fani mencoba menyadarkan Irena “Irenaaa.....”
“Eh.. iya,
ada apa Fan?” Tiba-tiba Irena tersadar.
“Kamu
kenapa? Dari tadi melamun.”
Irena tidak
menanggapi pertanyaan Fani. Membereskan kotak yang merupakan tanggung jawabnya.
“Sudah seminggu ini kamu kelihatan aneh Iren?”
“Gak ada
Fan, mungkin Cuma faktor kelelahan.”
“Ya sudah,
aku duluan ya. Cepat bereskan kotak ini terus pulang.”
Fani
membiarkan Irena sendirian membereskan kotak itu. Kemudian Fani pergi pulang
duluan. Di ruang ini tidak ada orang lain, hanya ada Irena seorang. Adapun
satpam yang menjaganya sedang berada di pos luar. Tiba-tiba pintu ruangan itu
terbuka. Jek muncul menghampiri Irena, Irena pergi dari ruangan itu. Tangan
pria itu berhasil menarik tangan Irena. Irena ketakutan, tapi tidak jadi
berlari keluar.
“Bagaimana?”
Jek meminta keputusan dari Irena. Pria ini gila, melampiaskan nafsu dengan
imingan sebuah jabatan. Irena tidak bisa memutuskan antara jabatan atau
kehormatan. Irena terdiam, suasana semakin sunyi. “Bagaimana?” kembali Jek
meminta keputusan. Dengan penuh berat hati Irena mengangguk. Jek mengunci
ruangan itu dengan rapat. Hanya ada mereka berdua, Jek melancarkan niat
jahatnya.
Ciuman
itu kembali meluncur ke arah bibir Irena. Dekapan itu terasa hangat. Ini tidak
pernah terbayangkan oleh Irena sebelumnya. Jek sangat jahat, tapi jabatan itu
membuat Irena tergiur. Hari itu kehormatannya telah dinodai. Habislah dia dalam
sebuah kejahatan yang tidak seharusnya dia penuhi.
₪₪₪₪
Sebulan kemudian wanita itu sangat sombong. Seluruh
karyawan membenci wanita yang pernah menjadi idola itu. Direktur keuangan
mereka yang baru, Jek memberhentikan direktur yang lama. Wanita itu tak segan
menunjukkan hartanya yang berlimpah. Cincin berlian, kalung berlian, tas branded dengan merek terkenal. Untuk
menghias tubuhnya saja wanita itu menghabiskan uang seratus juta.
Irena tidak lagi ingin makan siang bersama
karyawannya. Sesekali bahkan dia bersikap kasar dan berkata kotor. Satu persatu
karyawan itu dimarahi, lebih sadisnya lagi dipecat. Baru sebulan Irena menjadi
direktur keuangan sudah 15 karyawan dipecatnya dengan tuduhan penggelapan
keuangan. Anehnya Jek selalu mempercayai Irena. Tidak takut jika super
marketnya itu bangkrut. Tidak memikirkan nasibnya kedepan. Irena menjadi wanita
emasnya, entah karena apa.
Jek memanggil Irena kembali. “ada apa ya?” Sahut
Irena. Jek menatap ke arah Irena, membelai rambut wanita itu. Mengelus pipinya
yang mulus, Irena tersipu malu. Jek mengambil kertas dan menuliskan angka
disana.
“Kamu mau
mendapatkan gaji segitu Irena?” Irena mengambil kertas yang sudah ditulis
sebuah nominal oleh Jek. Ya tuhan, tiga ratus juta. Irena tak bisa berucap, hanya
menelan ludah.
“Tiga ratus
juta Jek?”
“iya,
asalkan kamu mau ikut berbisnis dengan saya?”
“Bisnis apa
Jek?”
“Kamu harus
memuaskan rekan-rekan pengusaha yang kaya raya.”
Ya
tuhan, Jek ingin menjual Irena. Ternyata dibalik topengnya di dunia usaha. Jek
adalah penyalur wanita untuk pengusaha hidung belang di seluruh dunia. Sudah
banyak wanita yang menjadi korban Jek. Semua wanita itu mendapatkan harta yang
berlimpah. Kehidupan yang bahagia dengan beralas uang di setiap senti
kehidupannya.
“Jek, kamu
serius?”
“Ya, saya
serius. Kamu akan mendapatkan semuanya Irena, kamu cantik bergabunglah bersama
kami.”
“Kami?”
“Ya, besok
akan aku perkenalkan dengan temanmu yang lain Irena.”
₪₪₪₪
Tempat ini tidak pernah dilihat sebelumnya. Kantor
rahasia tempat transaksi gelap sering dilakukan. Kantor ini begitu megah,
kerahasiaannya sangat dijaga. Irena duduk dan terkejut saat tiga orang wanita menghampirinya.
Mereka adalah Dewi, Bunga dan Dina sahabat Irena yang telah lama tidak
berjumpa. Terakhir Irena bertemu sejak dia masih menjadi penjual koran. Bunga
dan Dina tampak begitu akrab dengan Irena. Padahal dulu sebelum Irena kaya,
mereka seolah tidak mengenalnya.
Sekarang persahabatan itu kembali terbangun di tempat
yang salah. Irena menjadi wanita yang asing. “Selamat bergabung Irena” ujar
Bunga dengan penuh bahagia. Irena merasa keputusannya ini tepat, kemudian hasil
yang di dapat juga begitu memuaskan. Kehormatannya rusak, tetapi dia tidak
peduli. Tidak ada yang mau menjadi sahabat bagi mereka yang biasa saja. Itu
adalah prinsip yang keliru dari Irena.
₪₪₪₪
Irena menjadi wanita yang hidup di dunia gelap. Gajinya
sebulan bisa sampai lima ratus juta. Tidak seorangpun di kantornya yang suka
kepadanya. Mereka menganggap direktur keuangan itu sebagai seorang sampah. Tindakannya
yang melecehkan kaum bawah dianggap tidak manusiawi. Mereka menganggap Irena
lupa dulunya dia siapa. Irena lupa berjuang dengan siapa. Dia juga lupa bahwa dirinya
dulu juga bagian dari kaum bawah.
Mobil mewah itu melintasi perempatan jalan. Tempat
ini tidak asing lagi bagi Irena. Dulu dia pernah lama menjadikan tempat ini
sebagai ladang untuk rezekinya. Seorang gadis kecil menawarkan koran kepada
Irena, saat itu kaca mobilnya dibiarkan terbuka.
“kak..
korannya kak.” Gadis kusam itu menawarkan kepada Irena.
“gak dek,
pergi sana jangan dekat-dekat”
“Belilah
kak, adek lapar.”
“Nggak,
cepat pergi. Dasar berandalan.”
Lampu
menyala hijau, mobil itu melaju dengan cepat. Irena dan temannya ingin membeli
baju, tas, perhiasan yang sebetulnya sudah tidak perlu lagi. Irena sudah punya
satu kotak besar perhiasan yang harganya begitu mahal.
Kehidupan glamour
saat ini menjadi hobi terbaru bagi Irena. Dia merasakan indahnya menjadi
kaya raya. Bergelimangan harta, membuatnya disukai banyak orang. Orang-orang
akan menghormati, segan, serta tidak berani mengucilkan Irena. Berbanding
terbalik saat Irena hanya rakyat jelata. Tidak punya apa-apa selalu dihina,
dihujat oleh setiap orang.
Barangkali dia lupa, harta bisa membuat seseorang
menjadi berbeda. Harta bisa menjadikan seseorang menjadi sombong, angkuh dan
merendahkan orang lain. Irena tidak pernah merasa jika dia berubah. Dia masih
sama seperta Irena yang dulu. Jiwanya tidak pernah mengakui jika dia sombong.
Semua itu terbukti bahwa sekarang Irena punya banyak teman. Seluruh temannya
dari kalangan terpandang.
Sudah banyak pria yang memakai jasanya. Uang mengalir
dengan deras ke rekeningnya. Terkadang Irena melayani Jek secara geratis atas
ucapan terimakasih. Jek juga lupa bahwa dia punya keluarga yang harus dinafkahi
secara halal. Tidak pernah memikirkan nasib keluarganya. Uang dan kepuasan
nafsu menjadi tujuan utama.
₪₪₪₪
Wanita itu terbaring lemas di kamarnya. Demam yang
tinggi menyerang tubuhnya. Dia tidak bisa bergerak, sangat lemas. Irena tidak
nafsu untuk makan. Dia menelpon Dina untuk mengantarkannya ke rumah sakit. Tapi
Dina sedang ada kesibukan, dia meminta seorang dokter untuk datang ke rumah
Irena.
Irena segera diberikan pengobatan secara medis. Melihat
kondisinya yang kian kritis, dokter membawanya ke rumah sakit. Untuk diberikan
pelayanan yang optimal. Dina dan Bunga segera menjenguk Irena yang sedang
terbaring lemas. Suhu badannya sangat tinggi, demam yang menyerangnya bukanlah
demam biasa.
“Jadi dia
kenapa dok?” Dina menanyakan perihal sakitnya Irena.
“Dia
terkena HIV AIDS. Sebuah penyakit yang menular dan sangat mematikan.”
Dina dan
Bunga menggeleng kepala dan tidak percaya.
“Tidak
mungkin dok.”
“Saya juga
berharap begitu, tapi itulah adanya.”
Mereka
tidak percaya dengan apa yang dialami oleh sahabatnya itu. HIV AIDS adalah
penyakit menular dan sulit disembuhkan. Mereka takut nantinya penyakit itu
menular pada mereka. Tapi juga kasihan melihat Irena yang begitu
memprihatinkan. Mereka tidak berani mendekati Irena.
₪₪₪₪
Perlahan
kondisi sekitar rumahnya begitu sepi. Keramaian yang dulu pernah dirasakannya
telah menghilang. Kebahagiaan itu mulai runtuh. Harta yang dia punya sudah
habis untuk membiayai pengobatan. setahun sudah Irena mengidap penyakit HIV
AIDS. Tidak seorangpun yang ingin berjumpa dengannya. Tidak pula Jek, Bunga,
Dina, Dewi bahkan karyawan tempat dia bekerja. Kabar terbaru memberitakan jika
Jek sudah memecat Irena. Jek sudah mencari pengganti untuk posisi direktur
keuangannya.
Irena jatuh, jauh ke dalam lautan terdalam. Disapu
oleh ombak yang menghempasnya menjadi butiran pasir. Harta yang dia punya satu
persatu sudah dijual. Hanya tersisa rumah tanpa perabotan, sebagai atap untuk
berlindung. Tubuhnya kian kurus, penyakit itu menurunkan berat badannya. Untuk
memenuhi kehidupannya, Irena kembali menjual koran di jalanan. Bersama dengan
gadis kecil yang dulu pernah dihujatnya.
Irena adalah perempuan tangguh. Tidak pernah
menyerah, dan selalu ulet dalam bekerja. Dia terjebak dalam lingkaran harta
yang penuh dosa. Dia lupa bahwa pergaulan dapat membimbingnya ke jalan yang
sesat. Irena bisa saja mencari harta sebanyaknya, tapi dia lupa siapa yang
memberikan semuanya itu. Irena lupa kepada tuhan, lupa untuk bersyukur, lupa
untuk ibadah. Selalu mementingkan harta, dibalut dengan kesombongan.
Harta
dapat mengubah prinsip hidup seseorang
Hanya
dengan sekali serangan.
______________________
![]() |
| "Berkarya dengan rasa, Memilih dengan selera, Bertindak dengan nyata" |


No comments:
Post a Comment