Berkarya dengan rasa Memilih dengan selera Bertindak dengan nyata

BUKU NAKAL

Thursday, January 25, 2018

Wanita, ini rumah kayumu?

Wanita, ini rumah kayumu?

“Sejauh mana engkau berlari, tetap tampak oleh pandangku.
Hati ini berkata : Engkau hadir sebagai jiwa.”

      Misteri itu api yang menyala. Orang-orang sibuk mencari air untuk memadamkan. Sedangkan aku mencari solusi untuk mengungkap. Wanita itu, itukah kau? Atau kaukah itu? Rumah kayu milikmu menjadikan misteri sulit diungkapkan. Dulunya setengah dari bumi ini adalah kayu. Aku sibuk mencarimu dan rumahmu itu. Aku sibuk mencari untuk memuaskan hati. Kau sibuk menghindar karena takut dicecar. Pagi-pagi kau selalu terbayang di pikiranku. Sedang apa dirimu? Wanita misterius. Berhenti mengumpat sebentar lagi kau kudapat.
Rumah kayumu dan kau adalah dua simbol kedamaian. Wajah manis, kemari dan dekatkan auramu padaku. Percuma bila diantara kita tidak saling berpihak. Salah satu diantara kita saling menjauh untuk membuatnya rapuh. Kau tidak kenal padaku, begitu juga aku padamu. Tapi setiap pagi wanita itu mampir dipikiran. Rumah kayu, itu milikmu? Atau kau hanya bersembunyi sebentar untuk melepas lelah. Setelah kau bosan lalu kau tinggalkan. Bila tidak ada misteri yang kau umpat, tidak mungkin kau menghindar begitu cepat. Aku tidak akan menanyakan sesuatu yang kau rahasiakan, tak akan pernah. Aku hanya ingin menegurmu, sekedar mengucapkan “hai” kemudian “sampai jumpa”.
Wanita, rumah kayumu ini sedikit memberi gambaran padaku. Jika nanti aku bertemu rumah dari kayu, aku akan memasukinya bergantian. Siapa tau ada kau sedang mengumpat disana. Aku seperti orang gila, tapi aku tau pagi ini kau sedang berlarian di ladang. Bermain bersama kupu-kupu genit. Setiap detik menempel di pipimu. Kau tidak pernah marah, terkadang aku ingin menjadi kupu-kupu agar bisa mendekatimu tanpa harus mencari. Namun, mendekat bukan berarti tidak ada berpisah. Saat aku menjadi kupu-kupu dan kau pergi. Aku tidak tau kemana akan mecari. Aku tidak bisa membaca, aku tidak punya peta, aku tidak bisa bicara yang aku punya hanya insting. Nah, insting ini yang aku pakai setiap pagi untuk mencarimu.
Jangan sungkan untuk menegur, apalagi segan saling bertarung ego. Rumah kayumu sudah tampak jelas detik ini. 07.30 pagi, dan aku masih disini sambil menatapmu. Alam khayalku begitu jauh, kau sedang bersiap untuk mandi. Jangan takut, aku tidak ingin mengintip. Aku hanya ingin menatap wajahmu setelah itu. Wajah lembap, ada tetesan air di rambutmu. Begitulah aku menikmati embun pagi di teras rumah ini. Berkhayal jika rumah kayumu itu ada di depan rumahku.
Wanita misteri jangan lari dari ingatan. Aku merasa nyaman, meski sulit untuk melepaskan. Kau ada, aku yakin selepas ini kita bersua di tempat yang sama. Setelah itu aku akan mengatakan “hai” kemudian kau akan membalas “goodbye”. Tapi aku terima, sebab tujuanku hanya untuk mencarimu. Aku tidak ingin mengharap sesuatu yang dirasa percuma. Begitu pula betapa enggan kau menatapku. Tapi kupu-kupu di ladangmu akan selalu senang menempel di pipimu. Berulang kali kau halau dengan tanganmu. Tanpa bosan terus beterbangan disekitarmu lalu hinggap di pundakmu. Begitu pula aku dengan kegilaan ini. Aku mengucap tanpa menatap, Berlari tanpa dicari, kemudian tertawa tanpa nada. Aku bingung, tapi terus mencari.
Sesuatu yang dianggap berharga adalah usaha. Menyerah berarti petaka, tapi aku bertanya “sampai kapan?”. Wanita, keluarlah dari rumah kayumu mari bermain ke ladang. Kita berlarian bersama, aku mengejarmu dan kau menjauh. Kemudian beberapa kupu-kupu dengan genitnya mencium pipimu. Berulang kali kau halau. Berulang kali pula kupu-kupu itu memulai hal yang sama. Akhirnya aku hanya berkata “aku adalah kupu-kupu itu” meski kemudian kau tertawa.

Mari mendekat, sambut aku di sekitar ladang. Agar setiap pagi aku tidak termenung seperti orang sinting. Aku akan mengucapkan “hai” lalu kau membalas “goodbye”. Tapi tak apa, satu yang pasti di dalam pikiran. Terasa begitu puas saat tujuanku tercapai. Meski pada akhirnya balasan yang di dapat tidak sesuai. Bersyukur adalah caraku menikmati, meski pada akhirnya kau tak pernah kembali.

"Berkarya dengan rasa, Memilih dengan selera, Bertindak dengan nyata"

No comments:

Post a Comment

SISTEM KOMENTAR

PENULIS

"Sudikah Dirimu Setia Menantiku" NAFRI DWI BOY penulis buku "Sudikah Dirimu Setia Menantiku". Harga Rp. 50.000

KOMENTAR

HUBUNGI KAMI

Name

Email *

Message *