Wanita, ini rumah kayumu?
“Sejauh
mana engkau berlari, tetap tampak oleh pandangku.
Hati
ini berkata : Engkau hadir sebagai jiwa.”
Misteri itu api
yang menyala. Orang-orang sibuk mencari air untuk memadamkan. Sedangkan aku
mencari solusi untuk mengungkap. Wanita itu, itukah kau? Atau kaukah itu? Rumah
kayu milikmu menjadikan misteri sulit diungkapkan. Dulunya setengah dari bumi
ini adalah kayu. Aku sibuk mencarimu dan rumahmu itu. Aku sibuk mencari untuk memuaskan
hati. Kau sibuk menghindar karena takut dicecar. Pagi-pagi kau selalu terbayang
di pikiranku. Sedang apa dirimu? Wanita misterius. Berhenti mengumpat sebentar
lagi kau kudapat.
Rumah kayumu dan kau adalah dua simbol kedamaian.
Wajah manis, kemari dan dekatkan auramu padaku. Percuma bila diantara kita
tidak saling berpihak. Salah satu diantara kita saling menjauh untuk membuatnya
rapuh. Kau tidak kenal padaku, begitu juga aku padamu. Tapi setiap pagi wanita
itu mampir dipikiran. Rumah kayu, itu milikmu? Atau kau hanya bersembunyi
sebentar untuk melepas lelah. Setelah kau bosan lalu kau tinggalkan. Bila tidak
ada misteri yang kau umpat, tidak mungkin kau menghindar begitu cepat. Aku
tidak akan menanyakan sesuatu yang kau rahasiakan, tak akan pernah. Aku hanya
ingin menegurmu, sekedar mengucapkan “hai” kemudian “sampai jumpa”.
Wanita, rumah kayumu ini sedikit memberi gambaran
padaku. Jika nanti aku bertemu rumah dari kayu, aku akan memasukinya
bergantian. Siapa tau ada kau sedang mengumpat disana. Aku seperti orang gila,
tapi aku tau pagi ini kau sedang berlarian di ladang. Bermain bersama kupu-kupu
genit. Setiap detik menempel di pipimu. Kau tidak pernah marah, terkadang aku ingin
menjadi kupu-kupu agar bisa mendekatimu tanpa harus mencari. Namun, mendekat
bukan berarti tidak ada berpisah. Saat aku menjadi kupu-kupu dan kau pergi. Aku
tidak tau kemana akan mecari. Aku tidak bisa membaca, aku tidak punya peta, aku
tidak bisa bicara yang aku punya hanya insting. Nah, insting ini yang aku pakai
setiap pagi untuk mencarimu.
Jangan sungkan untuk menegur, apalagi segan saling
bertarung ego. Rumah kayumu sudah tampak jelas detik ini. 07.30 pagi, dan aku
masih disini sambil menatapmu. Alam khayalku begitu jauh, kau sedang bersiap
untuk mandi. Jangan takut, aku tidak ingin mengintip. Aku hanya ingin menatap
wajahmu setelah itu. Wajah lembap, ada tetesan air di rambutmu. Begitulah aku
menikmati embun pagi di teras rumah ini. Berkhayal jika rumah kayumu itu ada di
depan rumahku.
Wanita misteri jangan lari dari ingatan. Aku merasa
nyaman, meski sulit untuk melepaskan. Kau ada, aku yakin selepas ini kita
bersua di tempat yang sama. Setelah itu aku akan mengatakan “hai” kemudian kau
akan membalas “goodbye”. Tapi aku
terima, sebab tujuanku hanya untuk mencarimu. Aku tidak ingin mengharap sesuatu
yang dirasa percuma. Begitu pula betapa enggan kau menatapku. Tapi kupu-kupu di
ladangmu akan selalu senang menempel di pipimu. Berulang kali kau halau dengan
tanganmu. Tanpa bosan terus beterbangan disekitarmu lalu hinggap di pundakmu.
Begitu pula aku dengan kegilaan ini. Aku mengucap tanpa menatap, Berlari tanpa
dicari, kemudian tertawa tanpa nada. Aku bingung, tapi terus mencari.
Sesuatu yang dianggap berharga adalah usaha. Menyerah
berarti petaka, tapi aku bertanya “sampai kapan?”. Wanita, keluarlah dari rumah
kayumu mari bermain ke ladang. Kita berlarian bersama, aku mengejarmu dan kau
menjauh. Kemudian beberapa kupu-kupu dengan genitnya mencium pipimu. Berulang
kali kau halau. Berulang kali pula kupu-kupu itu memulai hal yang sama.
Akhirnya aku hanya berkata “aku adalah kupu-kupu itu” meski kemudian kau
tertawa.
Mari mendekat, sambut aku di sekitar ladang. Agar
setiap pagi aku tidak termenung seperti orang sinting. Aku akan mengucapkan
“hai” lalu kau membalas “goodbye”.
Tapi tak apa, satu yang pasti di dalam pikiran. Terasa begitu puas saat
tujuanku tercapai. Meski pada akhirnya balasan yang di dapat tidak sesuai.
Bersyukur adalah caraku menikmati, meski pada akhirnya kau tak pernah kembali.
![]() |
| "Berkarya dengan rasa, Memilih dengan selera, Bertindak dengan nyata" |


No comments:
Post a Comment