Berkarya dengan rasa Memilih dengan selera Bertindak dengan nyata

BUKU NAKAL

Saturday, January 20, 2018

WANITA dan GULITA

WANITA dan GULITA

“Saat dunia menghanyutkan kebahagiaan.
Wanita itu terpaksa hadir sebagai pelayan. Sebab ada tanggungan
yang tak bisa ditinggalkan.”

Jarum waktu tidak menandakan akan terlelap. Nuansa gulita di tengah kota semakin semarak dengan hadirnya wanita-wanita yang menjajakan cita-cita. Beberapa gangster memecah keheningan dengan knalpot rongsokan cempreng. “Setengah jiwamu” kata dia, disambut dengan desahan naluri atau materi. (Aku tidak dapat membedakan antara cinta dan dusta, sebab keduanya saling menimpa). Malam di kota ini semakin hitam.
Dischotheque memeluk hampir setengah dari peradaban. Lampu disco serta goyang erotis merupakan mayoritas saat gulita tiba. Beer dijajarkan rapi di atas etalase. (Adalah suatu keharusan dalam kehidupan ini,katanya). Kata mereka yang beranggapan beer adalah buku untuk menuntut ilmu. Orang-orang ini begitu sinting. Jiwanya tiba jauh di atas awan, sedangkan raga sibuk berlarian di dunia. Tidak peduli baik dan buruk, menghiraukan surga dan neraka. Baginya, mereka yang terlelap di dalam rumah adalah musuh abadi.
Jarum waktu itu kian lelah melayani tuan-tuan dalam gulita. Suara desahan berada diantara nereka. Besar, dan semakin membesar antara naluri atau materi. “Setengah jiwamu” teriak pria bertubuh kekar semakin keras. Wanita itu kewalahan dicekoki beer setiap menit. Desahan serta perkataannya tidak dapat lagi dibedakan antara suka dan dusta. Wanita itu sempoyongan, menghampiri tuan satu persatu.
Keringatnya, bau madu bagi pemangsa. Sementara raut muka yang basah itu, tidak selalu berarti mau. Wanita-wanita di kota ini, membekali pakaian, makanan, serta tempat tinggal bersumber dari malam. Gulita memberikan rupiah, meski recehan. “Setengah jiwamu” kembali pria itu berteriak saat wanita itu bertindihan dengannya.
Malam menjadikan dunia terbelah dua. Ada dunia lain diantara dunia nyata. Itulah tuhan menciptakan surga dan neraka, melengkapi dua dunia yang berbeda sisi. Manusia adalah penghuninya, pilihan akan selalu terbuka lebar. Dua sisi yang tidak akan pernah menyatu, pengaruhnya ada di wilayah kekuasaan tersendiri.
Malam ini semakin gulita, lampu disco dan goyang erotis mewarnai kegelapan. Sebagian dari wanita itu menatap seolah meminta pertolongan. Lirikan matanya terus bersuara padaku, dia dikerumuni belasan pria. Dicekoki beer setiap menit, kulit putih menjelma menjadi merah. Parasnya sayu, terus menoleh ke arahku.
Musik DJ perlahan menyembunyikan desahan dari suatu ruang. Aku menjauh dari meja, beberapa pria kekar mendekati. Dari meja sebelah tampak jiwa saling bercumbu, meski sejenis. Kenikmatan ternyata tidak hadir hanya dari wanita penjaja cita-cita.
Malam semakin gulita, dunia ini tidak pernah tampak nyata olehku. Bagian lain dari hidup begitu menyeramkan (jijik lebih tepatnya). Sementara pria itu semakin mendekat, jiwa yang saling bercumbu semakin liar. “Wanita itu” seru pria yang tiba-tiba berdiri dihadapanku. Lampu disco semakin padam, dari kejauhan tak kutemui wanita yang dia maksud. Mungkin pria itu sudah melayang jauh di atas awan. Aku sedang berbicara dengan raganya di bumi. Sia-sia rasanya meladeni jiwa yang tidak berada di tubuh. Akhirnya aku pergi perlahan. Pria itu tersungkur jatuh ke atas meja. Sebotol Vodka tiba-tiba pecah. Sekitarannya tidak ada yang peduli.
Musik DJ semakin keras dan wanita penari erotis semakin lincah melayani tuan-tuan. Jarum waktu patah, malam semakin gulita dan orang-orang tidak peduli. Kota ini berada dalam kondisi sekarat, jam dicekoki beer sehingga malam terasa panjang. Kondisi ini sudah ada sejak puluhan tahun, dan aku baru menyadari saat ini. Sisi dari duniaku ternyata begitu mencekam. Berlarut-larut tenggelam dalam gumpalan dosa. “Setengah jiwamu” kembali pria itu berteriak setelah wanita itu tersungkur di atas meja. Wajahnya merah tampak begitu kelelahan melayani tuan-tuan. Sekelilingnya tidak peduli, memuaskan nafsu diri memenggal saudaranya sendiri.
Beranjak aku keluar Dischotheque menghirup udara segar. Menjauhi gangster yang menatap seolah ingin memangsa. Ada wanita berjalan diantara pria-pria. Pria itu terus menggoda wanita yang dengan perkasa berjalan santai dihadapannya. Mataku terus menatap, dia masuk diantara gang-gang sempit. Seperti detektif dengan misi tertentu. Namun, dipenghujung jalan diantara remang-remang. Wanita itu menghilang ditelan gulita. Sementara di dalam sana desahan semakin besar. “Wanita itu” teriak pria yang tiba-tiba mendekatiku tadi. Sedetik kemudian dia tersungkur kembali. Musik DJ bertambah keras, penari erotis semakin buas. Wanita itu, yang aku lihat di ujung gang. Pernah hadir dikehidupanku, di dunia yang nyata.

"Berkarya dengan rasa, Memilih dengan selera, Bertindak dengan nyata"

No comments:

Post a Comment

SISTEM KOMENTAR

PENULIS

"Sudikah Dirimu Setia Menantiku" NAFRI DWI BOY penulis buku "Sudikah Dirimu Setia Menantiku". Harga Rp. 50.000

KOMENTAR

HUBUNGI KAMI

Name

Email *

Message *