WANITA dan GULITA
“Saat
dunia menghanyutkan kebahagiaan.
Wanita
itu terpaksa hadir sebagai pelayan.
Sebab ada tanggungan
yang
tak bisa ditinggalkan.”
Jarum waktu tidak menandakan akan terlelap. Nuansa
gulita di tengah kota semakin semarak dengan hadirnya wanita-wanita yang
menjajakan cita-cita. Beberapa gangster memecah
keheningan dengan knalpot rongsokan cempreng. “Setengah jiwamu” kata dia,
disambut dengan desahan naluri atau materi. (Aku tidak dapat membedakan antara
cinta dan dusta, sebab keduanya saling menimpa). Malam di kota ini semakin
hitam.
Dischotheque memeluk
hampir setengah dari peradaban. Lampu disco
serta goyang erotis merupakan mayoritas saat gulita tiba. Beer dijajarkan rapi di atas etalase.
(Adalah suatu keharusan dalam kehidupan ini,katanya). Kata mereka yang
beranggapan beer adalah buku untuk
menuntut ilmu. Orang-orang ini begitu sinting. Jiwanya tiba jauh di atas awan,
sedangkan raga sibuk berlarian di dunia. Tidak peduli baik dan buruk,
menghiraukan surga dan neraka. Baginya, mereka yang terlelap di dalam rumah
adalah musuh abadi.
Jarum waktu itu kian lelah melayani tuan-tuan dalam
gulita. Suara desahan berada diantara nereka. Besar, dan semakin membesar
antara naluri atau materi. “Setengah jiwamu” teriak pria bertubuh kekar semakin
keras. Wanita itu kewalahan dicekoki beer
setiap menit. Desahan serta perkataannya tidak dapat lagi dibedakan antara
suka dan dusta. Wanita itu sempoyongan, menghampiri tuan satu persatu.
Keringatnya, bau madu bagi pemangsa. Sementara raut
muka yang basah itu, tidak selalu berarti mau. Wanita-wanita di kota ini,
membekali pakaian, makanan, serta tempat tinggal bersumber dari malam. Gulita
memberikan rupiah, meski recehan. “Setengah jiwamu” kembali pria itu berteriak
saat wanita itu bertindihan dengannya.
Malam menjadikan dunia terbelah dua. Ada dunia lain
diantara dunia nyata. Itulah tuhan menciptakan surga dan neraka, melengkapi dua
dunia yang berbeda sisi. Manusia adalah penghuninya, pilihan akan selalu
terbuka lebar. Dua sisi yang tidak akan pernah menyatu, pengaruhnya ada di
wilayah kekuasaan tersendiri.
Malam ini semakin gulita, lampu disco dan goyang erotis mewarnai kegelapan. Sebagian dari wanita
itu menatap seolah meminta pertolongan. Lirikan matanya terus bersuara padaku,
dia dikerumuni belasan pria. Dicekoki beer
setiap menit, kulit putih menjelma menjadi merah. Parasnya sayu, terus
menoleh ke arahku.
Musik DJ perlahan
menyembunyikan desahan dari suatu ruang. Aku menjauh dari meja, beberapa pria
kekar mendekati. Dari meja sebelah tampak jiwa saling bercumbu, meski sejenis.
Kenikmatan ternyata tidak hadir hanya dari wanita penjaja cita-cita.
Malam semakin gulita, dunia ini tidak pernah tampak
nyata olehku. Bagian lain dari hidup begitu menyeramkan (jijik lebih tepatnya).
Sementara pria itu semakin mendekat, jiwa yang saling bercumbu semakin liar.
“Wanita itu” seru pria yang tiba-tiba berdiri dihadapanku. Lampu disco semakin padam, dari kejauhan tak
kutemui wanita yang dia maksud. Mungkin pria itu sudah melayang jauh di atas
awan. Aku sedang berbicara dengan raganya di bumi. Sia-sia rasanya meladeni
jiwa yang tidak berada di tubuh. Akhirnya aku pergi perlahan. Pria itu tersungkur
jatuh ke atas meja. Sebotol Vodka tiba-tiba
pecah. Sekitarannya tidak ada yang peduli.
Musik DJ semakin
keras dan wanita penari erotis semakin lincah melayani tuan-tuan. Jarum waktu
patah, malam semakin gulita dan orang-orang tidak peduli. Kota ini berada dalam
kondisi sekarat, jam dicekoki beer sehingga
malam terasa panjang. Kondisi ini sudah ada sejak puluhan tahun, dan aku baru
menyadari saat ini. Sisi dari duniaku ternyata begitu mencekam. Berlarut-larut
tenggelam dalam gumpalan dosa. “Setengah jiwamu” kembali pria itu berteriak
setelah wanita itu tersungkur di atas meja. Wajahnya merah tampak begitu
kelelahan melayani tuan-tuan. Sekelilingnya tidak peduli, memuaskan nafsu diri memenggal
saudaranya sendiri.
Beranjak aku keluar Dischotheque menghirup udara segar. Menjauhi gangster yang menatap seolah ingin memangsa. Ada wanita berjalan
diantara pria-pria. Pria itu terus menggoda wanita yang dengan perkasa berjalan
santai dihadapannya. Mataku terus menatap, dia masuk diantara gang-gang sempit.
Seperti detektif dengan misi tertentu. Namun, dipenghujung jalan diantara
remang-remang. Wanita itu menghilang ditelan gulita. Sementara di dalam sana
desahan semakin besar. “Wanita itu” teriak pria yang tiba-tiba mendekatiku
tadi. Sedetik kemudian dia tersungkur kembali. Musik DJ bertambah keras, penari erotis semakin buas. Wanita itu, yang
aku lihat di ujung gang. Pernah hadir dikehidupanku, di dunia yang nyata.
![]() |
| "Berkarya dengan rasa, Memilih dengan selera, Bertindak dengan nyata" |


No comments:
Post a Comment