Berkarya dengan rasa Memilih dengan selera Bertindak dengan nyata

BUKU NAKAL

Thursday, February 8, 2018

PUISI NAKAL 2

Bagian 1

Nyanyian Masa Kecil
Nafri Dwi Boy

Aku rindu nyanyian masa kecil itu
Bernyanyi menghibur sepi, bersama
Memecah keramaian tanpa keraguan
Bebas beranjak mengitari air mata.

Masa-masa idaman
Tanpa luka dan duka
Wajah lugu, aku terbayang betapa rasa itu
Adalah kerinduan yang berlalu.

Nyanyian masa kecil itu
Memberi arti, jika aku kuat
Karena aku kuat maka aku tak pernah sedih
Maka, aku siap menantang seluruh pilihan.

Andai dewasa ini adalah masa kecilku
Air mata tidak selalu jatuh
Bersama menghadap sepi,
Tanpa ada keserakahan diri.

Masa-masa kecil menuntut kepedulian suci
Kedekatan tanpa dua wajah berbeda
Pelukan terasa erat tanpa mengikat
Diantara lembah saling menjaga, keutuhan hati yang berbeda.

Lelahku separuh dari kerinduan
Saat hati berharap kembali, mata berusaha menoleh
Bibir bergetar mengucap sesal
Masa-masa kecil hanyalah kenangan berdebu.

Kamar Sastra Nakal, 17 Januari 2018


 
"Berkarya dengan rasa, Memilih dengan selera, Bertindak dengan nyata"



Bagian 2

Hujan dan Malam
Nafri Dwi Boy


Menyapamu kasih
Diantara hujan dan malam saat pernikahanmu
Janji kedua jiwa itu diikrarkan
Bersama.

Aku menyapa dengan pelan
Menutup diri, sejiwapun tidak menyangka aku hadir
Di tengah malam pilihanmu
Bersama.

Hujan di luar jendela, mengucap selamat tinggal padaku
Aku basah, air mata menghantam kenangan berdebu
Melibas seluruh cerita itu
Bersama.

Menyapamu kasih
Aku adalah siangmu, selalu hangat oleh sejarah
Dan, dirimu adalah malamku
Yang dipenggal oleh sejarah baru.

Hujan dan malam
Menutup cahya siangku
Aku kedinginan saat memutuskan menatap
Jiwamu dan dia.

Bersamamu, adalah sepenggal kisah masa silam
Dan malam ini, kau menemui siangmu
Membangun sejarah baru, mengikat
Jiwamu dan dia.


Kamar Sastra Nakal, 19 Januari 2018

Bagian 3


DI WAJAHMU
Nafri Dwi Boy

Di wajahmu terpahat rindu
Ada puing penyesalan, membeberkan kenyataan
Hati, terperangkap pilihan
Bagimu, aku hantu di sudut ruang.

Di wajahmu tertulis cerita
Metafora makna yang belum terucap
Fakta memenjarakan keinginan
Menjadikannya angan entah sampai kapan.

Di wajahmu tergambar sesal
Betapa hati gelisah dalam penjara mimpi
Melarang bebas,
Agar air mata tak saling lepas.

Di wajahmu
Ada wajahku
Tak saling temu
Namun, saling menjamu.

Kamar Sastra Nakal, 19 Januari 2018

Bagian 4

KETIKA BULAN HITAM
Nafri Dwi Boy

Badan bulan terbelah
Seorang wanita yang juga hitam
Menampakkan wajah.

Terbakar oleh api kesombongan
Dibalut oleh keserakahan
Kemudian melupakan yang esa.

Ketika bulan menghitam
Wajahnya terus menggambarkan dosa
Dari mulutnya, terdengar doa yang sia-sia.

Tuhan mengutuk bulan
Menjadi hitam, karena dia lupa
Jika cahyanya berasal dari bintang.

Bintang disekitarnya mulai menjauh
Tertiup angin
Meninggalkan bulan dan kesombongannya.


“SENDIRI”

Kamar Sastra Nakal, Januari 2018

Bagian 5

Mata Rakyat
Nafri Dwi Boy

Negeri kita lahir dari kondisi sekarat
Bung karno dengan tegas memproklamirkan kebebasan
Rakyat masih mendengar suara mereka
Pemimpin yang jujur jauh dari keegoisan.

Negeriku hilang kemudi,
Arah tujuannya melenceng dari konsep dasar:
“Memajukan kesejahteraan umum
Mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Sekedar simbol di atas kertas,
Selalu diucap ketika upacara bendera
Sekedar formalitas
Tidak sampai pada pelaksanaan totalitas.

Kesejahteraan hanya tertuju pada oknum tertentu
Pemilik kekuasaan yang katanya pro rakyat
Bersikap adil, jujur, dan transparan
Memberi layanan profesional tepat sasaran.

Janji siluman masa kampanye, hanya sekedar ilusi
Membodohi rakyat dengan alam khayalan
Memberikan gambaran konsep
Tanpa pertanggungjawaban.

Memajukan kesejahteraan umum
Menjadi topeng untuk menguras harta secara umum
Koruptor merajalela di tengah rakyat
Menyelinap bagai tikus kemudian pergi meninggalkan bakteri

Pandai bermain kata
Guna membodohkan bangsa
Pendidikan tidak hanya sekedar daya pikir
Tetapi juga sikap dan tolerir


Rakyat tidak pernah buta!
Kami memilih juga mengawasi
Bertindak juga menuntut
Mengkritik juga membangun.

Mengingatkan kembali pada pemilik kekuasaan
Untuk meluruskan kemudi! yang telah dicanangkan
Oleh pejuang-pejuang bangsa
Dimasa silam.

Proklamirkan kembali kebebasan kita
Sikat habis para penjajah harta bangsa
Kembalikan lagi jiwa bung karno, bung hatta
Di atas bumi Indonesia.

Rakyat tidak pernah buta!
Bosan dengan perkara para oknum
Yang setiap hari menghias layar media masa
“Bangsa kita sekarat dan melarat.”

Jambi, 4 Februari 2018



No comments:

Post a Comment

SISTEM KOMENTAR

PENULIS

"Sudikah Dirimu Setia Menantiku" NAFRI DWI BOY penulis buku "Sudikah Dirimu Setia Menantiku". Harga Rp. 50.000

KOMENTAR

HUBUNGI KAMI

Name

Email *

Message *