Berkarya dengan rasa Memilih dengan selera Bertindak dengan nyata

BUKU NAKAL

Wednesday, January 16, 2019

Bingung


Bingung

 
"Berkarya dengan rasa, Memilih dengan selera, Bertindak dengan nyata"




Pada H-3 sebelum pemilihan umum berlangsung, ada sekelompok orang yang bosan dengan otak mereka. Hidupnya begitu-begitu saja, padahal pemimpin baru datang dan pergi silih berganti. Gagasan dan argumen bertumpuk-tumpuk ditulis, serta dicekoki ke dalam telinga mereka. Semua opini yang dibangun terdengar sangat manjur. Apalah daya sampai saat ini mereka masih hidup miskin.
Sampai batas maksimal, mereka bosan dengan otaknya masing-masing.
“Aku bosan dengan otak aku” ujar Kadam Titit sambil menghapus ingus yang tiba-tiba ngucur.
“Kenapo?”
“Begini loh, Saipul Kecik. Aku raso, kemiskinan kito ni karno masalah otak. Kito ni dak pintar!”
Lantas Saipul Kecik, Romli Asma dan Roma Ngangkang terkaget-kaget. Dia merasa terhina, mana berani orang-orang mengatakan dia bodoh.
“Bukan bodoh, tapi tidak pintar!”
Semua mengepalkan tangan, tinju mereka siap menempeleng kepala Kadam Titit. Akhir-akhir ini Kadam Titit memang selalu membuat masalah. Dia sudah membunuh tikus kesayangan Saipul Kecik dua hari yang lalu. Kadam Titit juga sudah merebut janda muda simpanan Romli Asma. Lebih parah lagi, Kadam Titit sudah menyebarkan berita HOAX tentang dua puluh ribu surat cinta Roma Ngangkang kepada Vikoh Ketek.
Vikoh Ketek merasa baper pada Roma Ngangkang. Wanita itu berharap dinikahi, bahkan dia sudah menyiapkan gaun pengantin sendiri. Roma Ngangkang tentu tidak mau menikahi wanita beranak lima itu. Masih banyak anak perawan di kampung ini, katanya kepada Kadam Titit dan meminta dia untuk menjelaskan fakta sebenarnya pada Vikoh Ketek.
“Kau itu udah banyak buat masalah! Sekarang kau terimo akibatnyo” Roma Ngangkang maju paling depan, jalannya mengangkang, itu sudah menjadi kebiasaannya dari kecil sering ngangkang.
Di kampung itu, anak-anak muda sering memberi gelar kepada teman-temannya. Gelar itu dianugerahi berdasarkan fisik dan kebiasaan.
“Tunggu...!” Kadam Titit takut, dia hampir saja ngompol dan tititnya basah. “Aku ado solusi!”
Tapi mereka tidak peduli, kepalan tangan itu bertambah keras.
“Kayak mano kalau kito saling bertukar otak! Siapo tahu selamo ni kito make otak yang salah.”
Mereka berhenti, omongan Kadam Titit ada benarnya juga.
“Makanya selamo ni, kito miskin terus. Otak kita tertukar! Kayak di sinetron ‘Otak Yang Tertukar’ nah.... sekaranglah saatnyo memperbaiki.”
Argumen itu ada benarnya juga, tapi ada satu yang keliru. Bagaimana caranya menukar otak?
“Mudah... ni aku contohkan!”
Kadam Titit membuka tempurung kepalanya, mereka semua terkaget-kaget. Banyak sarang laba-laba dalam kepala Kadam Titit. Kemudian dia mengambil otaknya yang sudah berdebu, dibersihkannya dengan sapu tangan bekas ingus.
“Hiii... Jorok nian kau ni!”
“Hehh... Bukan masalah jorok apo idak nyo. Cepat kalian keluarkan jugo.”
Mereka bersama-sama membuka tempurung kepala. dasrrsartdrtas.... laba-laba, nyamuk, tawon, lalat semuanya keluar dari kepala mereka. Kadam Titit masih mendingan hanya ada sarang laba-laba. Di kepala Romli Asma selain sarang laba-laba juga ada sarang tawon, sarang burung bahkan sarang ular. Asmanya kumat, dia kaget melihat isi kepalanya sendiri.
“Jijik aku!”
“Sudah.... Cepat ambil otak kalian yang dak berguna tu.”
Akhirnya mereka semua berhasil mengambil otaknya yang kotor itu. Mereka menentengnya dengan muka jijik.
“Sekarang coba aku pakai otakmu, Saipul Kecik” Pinta Kadam Titit.
Saipul Kecik memberikan otaknya, mereka saling tukar. Kadam Titit memasukkan otak itu ke dalam kepala. Tiba-tiba sambungan yang terputus mulai terhubung kembali, seperti film kartun. Ada pelangi di kepalanya, Kadam Titit terkagum.
“Wahh... otak kau aneh yo, kok kepikiran anak Pak Kades terus. Jangan-jangan, kau yo yang sering ngambil CD anak pak kades tiap minggu, hayo ngaku! Eh.. Eh... Kok aku pusing mendadak.”
“Ya iyalah, kan aku punya penyakit vertigo”
“Hii.... jadi selamo ni kau jugo yang ketahuan maling rambutan di kelurahan? Haaa ngaku! Banyak nian kebejatan kau ni.”
Saipul Kecik sudah naik darah, dia meminta Kadam Titit mengembalikan otaknya. Tapi sebelum itu terwujud, tiba-tiba Roma Ngangkang menggunakan otak Romli Asma.
“Enak ya otak kau, Romli Asma. Banyak pikiran porno, alias OMES Otak Mesum! Wahh... Kau udah 15 belas kali yo tidur sama Janda Muda tu?”
“Bohong! Cuma sembilan kali kok, rezeki!”
“Anjirrr... Jadi-jadilah woi, dosa!”
“Enak be, mahal aku bayar dio tu. Delapan puluh ribu! Kurang ajar nian kau yo. Tengoklah aku pake otak kau.”
Romli Asma memasukkan otak Roma Ngangkang ke kepalanya.
“Ternyata ada fakta di otak kau ni. Kau sebenarnya suko jugo kan dengan Vikoh Ketek? Hahaha... Kau ketahuan, kau jugo sering cari rezeki. Hiii... Kayak mano baunyo?”
“Bau apo?”
“Keteklah. Hahahaha.”
Tidak mau kalah, Saipul Kecik juga menyambungkan otak Kadam Titit ke kepalanya.
“Kalo  Kadam Titit, setiap hari selalu ngompol. Hiiii... Kau jugo pernahkan sengaja ngasih tawon di titit kau biar dak ngompol lagi.”
“Hahahahhaa” Semuanya terbahak-bahak.
Suasana semakin kacau, mereka semua membuka aib masing-masing. Semua kegiatan negatif yang pernah dilakukan, diceritakan secara terang-terangan. Sama saja seperti membuka hal-hal yang seharusnya tidak dibuka.
Rahasia itu perlahan-lahan bocor di tengah masyarakat, mereka tidak bisa mengontrol emosi dan berkoar-koar di tengah masyarakat bahkan di sosial media. Menceritakan semua berita yang tidak mengenekan itu, entah HOAX atau tidak mereka tidak peduli. Semuanya berlomba saling menjatuhkan, masyarakat tidak peduli bahkan tidak pernah peduli.
Akhirnya mereka saling serang sendiri, sakit sendiri, luka sendiri, bahkan mungkin mati sendiri. Tindakan konyol itu tidak seharusnya terjadi. Guna mendapatkan ambisi yang besar, tidak perlu melakukan tindakan yang bodoh. Sama saja mempermalukan diri sendiri di hadapan banyak orang.
Pihak berwajib turun tangan ketika mereka sudah anarkis. Mereka sudah bermain dengan senjata tajam. Bahkan sering kali menakut-nakuti masyarakat. Seram! Masyarakat kampung melakukan demonstrasi dan meminta pihak kepolisian menangkap mereka secepat mungkin. Sebelum korban-korban berjatuhan.
Di sanalah mereka sekarang, di kantor polisi. Ada seorang polisi berkepala plontos dan badannya besar, dia mencoba menenangkan keadaan.
“Kenapo kalian ribut terus? Warga jadi takut!”
“Bosan!” Jawab Kadam Titit singkat.
“Kok bosan?”
“Iyo, kami bosan dengan otak kami. Jadi, kami saling tukar otak”
“Waahh... Saya tebak, pasti kalian saling mengumbar AIB?”
“Iyo” Jawab mereka kompak.
“Saling ngejek?”
“Iyo”
“Saling menjatuhkan”
“Iyo”
Pak Polisi menarik napas panjang sebelum melanjutkan obrolan.
“Memang akhir-akhir ini banyak yang mengumbar aib, saling mengejek, bahkan saling menjatuhkan. Tapi, jangan sampai ego itu malah memecahkan persahabatan, kekeluargaan dan toleransi di antara kita. Bangsa ini bisa besar tidak hanya karena kalangan tua saja, tapi kalangan muda seperti kalian juga berpengaruh, bahkan pengaruhnya besar. Coba saja kalau generasi mudanya sudah saling sikat, saling bantai, saling benci. Besarnya mau jadi apa? Penjahat! Katanya protes kepada kemiskinan dan kehidupan yang kurang layak. Seharusnya, kalian saling bahu membahu menjadikannya layak. Bukan saling menyalahkan! Kalau kalian bosan berada di kemiskinan, kalian harus kerja keras. Bukan malah tukar otak, dan melakukan tindakan konyol seperti itu. Mengerti!”
“Mengerti” Jawab mereka kompak seperti anak-anak yang sedang diberi pelajaran.
“Sekarang, cepat buka kembali otak kalian! Kembalikan pada pemilik aslinya”
Mereka semua membuka tempurung kepala, dan mengambil otak masing-masing. Mereka hanya diam, tidak melakukan tindakan apapun.
“Cepat! Masukkan kembali otak kalian yang sebenarnya.”
Tiba-tiba Romli Asma merasa aneh “Kok aku jadi lupa caro masang otak!”
“Aku jugo” ujar teman-temannya yang lain.
“Walah... Kok pada lupa? Bukannya kalian masang otak sendiri-sendiri kemarin.”
“Iya, Pak. Tapi sekarang kok lupo sih.”
Kondisi semakin membingungkan, tampang mereka lebih menyeramkan dengan kepala terbuka dan memegang otak. Pak Polisi bingung, Kadam Titit bingung, Saipul Kecik bingung, Romli Asma bingung, Roma Ngangkang bingung, semuanya menjadi bingung. Kebingungan itu telah merambat ke seluruh polisi yang ada di kantor. Selama tiga jam kemudian, kebingungan juga merambat ke seluruh masyarakat di kampung itu.
Besoknya ketika pemilu dimulai, pesta yang katanya demokrasi dilaksanakan. Kadam Titit, Saipul Kecik, Romli Asma, dan Roma Ngangkang datang ke TPS. Mereka ingin memilih pejabat berdasarkan suara hatinya. Tapi, petugas di sana malah bingung karena melihat mereka menenteng otak masing-masing. Mereka juga bingung caranya mencucuk paku itu ke nomor pilihannya. Mereka semua bingung tentang apa yang ingin dibingungkan, pokoknya semuanya bingung. Tidak pernah mengerti apa yang dibingungkan, cuma penulis  cerita pendek ini yang mengerti.

No comments:

Post a Comment

SISTEM KOMENTAR

PENULIS

"Sudikah Dirimu Setia Menantiku" NAFRI DWI BOY penulis buku "Sudikah Dirimu Setia Menantiku". Harga Rp. 50.000

KOMENTAR

HUBUNGI KAMI

Name

Email *

Message *