Bingung
Pada H-3 sebelum pemilihan umum berlangsung, ada
sekelompok orang yang bosan dengan otak mereka. Hidupnya begitu-begitu saja,
padahal pemimpin baru datang dan pergi silih berganti. Gagasan dan argumen
bertumpuk-tumpuk ditulis, serta dicekoki ke dalam telinga mereka. Semua opini
yang dibangun terdengar sangat manjur. Apalah daya sampai saat ini mereka masih
hidup miskin.
Sampai batas maksimal, mereka bosan dengan otaknya
masing-masing.
“Aku bosan dengan otak aku” ujar Kadam Titit sambil
menghapus ingus yang tiba-tiba ngucur.
“Kenapo?”
“Begini loh, Saipul Kecik. Aku raso, kemiskinan kito
ni karno masalah otak. Kito ni dak pintar!”
Lantas Saipul Kecik, Romli Asma dan Roma Ngangkang terkaget-kaget.
Dia merasa terhina, mana berani orang-orang mengatakan dia bodoh.
“Bukan bodoh, tapi tidak pintar!”
Semua mengepalkan tangan, tinju mereka siap menempeleng kepala Kadam Titit. Akhir-akhir
ini Kadam Titit memang selalu membuat masalah. Dia sudah membunuh tikus
kesayangan Saipul Kecik dua hari yang lalu. Kadam Titit juga sudah merebut
janda muda simpanan Romli Asma. Lebih parah lagi, Kadam Titit sudah menyebarkan
berita HOAX tentang dua puluh ribu
surat cinta Roma Ngangkang kepada Vikoh Ketek.
Vikoh Ketek merasa baper
pada Roma Ngangkang. Wanita itu berharap dinikahi, bahkan dia sudah
menyiapkan gaun pengantin sendiri. Roma Ngangkang tentu tidak mau menikahi
wanita beranak lima itu. Masih banyak anak perawan di kampung ini, katanya
kepada Kadam Titit dan meminta dia untuk menjelaskan fakta sebenarnya pada
Vikoh Ketek.
“Kau itu udah banyak buat masalah! Sekarang kau terimo
akibatnyo” Roma Ngangkang maju paling depan, jalannya mengangkang, itu sudah
menjadi kebiasaannya dari kecil sering ngangkang.
Di kampung itu, anak-anak muda sering memberi gelar
kepada teman-temannya. Gelar itu dianugerahi berdasarkan fisik dan kebiasaan.
“Tunggu...!” Kadam Titit takut, dia hampir saja ngompol dan tititnya basah. “Aku ado
solusi!”
Tapi mereka tidak peduli, kepalan tangan itu bertambah
keras.
“Kayak mano kalau kito saling bertukar otak! Siapo
tahu selamo ni kito make otak yang salah.”
Mereka berhenti, omongan Kadam Titit ada benarnya
juga.
“Makanya selamo ni, kito miskin terus. Otak kita
tertukar! Kayak di sinetron ‘Otak Yang Tertukar’ nah.... sekaranglah saatnyo
memperbaiki.”
Argumen itu ada benarnya juga, tapi ada satu yang
keliru. Bagaimana caranya menukar otak?
“Mudah... ni aku contohkan!”
Kadam Titit membuka tempurung kepalanya, mereka semua
terkaget-kaget. Banyak sarang laba-laba dalam kepala Kadam Titit. Kemudian dia
mengambil otaknya yang sudah berdebu, dibersihkannya dengan sapu tangan bekas
ingus.
“Hiii... Jorok nian kau ni!”
“Hehh... Bukan masalah jorok apo idak nyo. Cepat
kalian keluarkan jugo.”
Mereka bersama-sama membuka tempurung kepala.
dasrrsartdrtas.... laba-laba, nyamuk, tawon, lalat semuanya keluar dari kepala
mereka. Kadam Titit masih mendingan hanya ada sarang laba-laba. Di kepala Romli
Asma selain sarang laba-laba juga ada sarang tawon, sarang burung bahkan sarang
ular. Asmanya kumat, dia kaget melihat isi kepalanya sendiri.
“Jijik aku!”
“Sudah.... Cepat ambil otak kalian yang dak berguna
tu.”
Akhirnya mereka semua berhasil mengambil otaknya yang
kotor itu. Mereka menentengnya dengan muka jijik.
“Sekarang coba aku pakai otakmu, Saipul Kecik” Pinta
Kadam Titit.
Saipul Kecik memberikan otaknya, mereka saling tukar.
Kadam Titit memasukkan otak itu ke dalam kepala. Tiba-tiba sambungan yang
terputus mulai terhubung kembali, seperti film kartun. Ada pelangi di
kepalanya, Kadam Titit terkagum.
“Wahh... otak kau aneh yo, kok kepikiran anak Pak
Kades terus. Jangan-jangan, kau yo yang sering ngambil CD anak pak kades tiap
minggu, hayo ngaku! Eh.. Eh... Kok aku pusing mendadak.”
“Ya iyalah, kan aku punya penyakit vertigo”
“Hii.... jadi selamo ni kau jugo yang ketahuan maling
rambutan di kelurahan? Haaa ngaku! Banyak nian kebejatan kau ni.”
Saipul Kecik sudah naik darah, dia meminta Kadam Titit
mengembalikan otaknya. Tapi sebelum itu terwujud, tiba-tiba Roma Ngangkang
menggunakan otak Romli Asma.
“Enak ya otak kau, Romli Asma. Banyak pikiran porno,
alias OMES Otak Mesum! Wahh... Kau udah 15 belas kali yo tidur sama Janda Muda
tu?”
“Bohong! Cuma sembilan kali kok, rezeki!”
“Anjirrr... Jadi-jadilah woi, dosa!”
“Enak be, mahal aku bayar dio tu. Delapan puluh ribu!
Kurang ajar nian kau yo. Tengoklah aku pake otak kau.”
Romli Asma memasukkan otak Roma Ngangkang ke
kepalanya.
“Ternyata ada fakta di otak kau ni. Kau sebenarnya
suko jugo kan dengan Vikoh Ketek? Hahaha... Kau ketahuan, kau jugo sering cari
rezeki. Hiii... Kayak mano baunyo?”
“Bau apo?”
“Keteklah. Hahahaha.”
Tidak mau kalah, Saipul Kecik juga menyambungkan otak
Kadam Titit ke kepalanya.
“Kalo Kadam
Titit, setiap hari selalu ngompol. Hiiii... Kau jugo pernahkan sengaja ngasih tawon
di titit kau biar dak ngompol lagi.”
“Hahahahhaa” Semuanya terbahak-bahak.
Suasana semakin kacau, mereka semua membuka aib
masing-masing. Semua kegiatan negatif yang pernah dilakukan, diceritakan secara
terang-terangan. Sama saja seperti membuka hal-hal yang seharusnya tidak dibuka.
Rahasia itu perlahan-lahan bocor di tengah masyarakat,
mereka tidak bisa mengontrol emosi dan berkoar-koar di tengah masyarakat bahkan
di sosial media. Menceritakan semua berita yang tidak mengenekan itu, entah HOAX atau tidak mereka tidak peduli.
Semuanya berlomba saling menjatuhkan, masyarakat tidak peduli bahkan tidak
pernah peduli.
Akhirnya mereka saling serang sendiri, sakit sendiri,
luka sendiri, bahkan mungkin mati sendiri. Tindakan konyol itu tidak seharusnya
terjadi. Guna mendapatkan ambisi yang besar, tidak perlu melakukan tindakan
yang bodoh. Sama saja mempermalukan diri sendiri di hadapan banyak orang.
Pihak berwajib turun tangan ketika mereka sudah
anarkis. Mereka sudah bermain dengan senjata tajam. Bahkan sering kali menakut-nakuti
masyarakat. Seram! Masyarakat kampung melakukan demonstrasi dan meminta pihak
kepolisian menangkap mereka secepat mungkin. Sebelum korban-korban berjatuhan.
Di sanalah mereka sekarang, di kantor polisi. Ada
seorang polisi berkepala plontos dan badannya besar, dia mencoba menenangkan
keadaan.
“Kenapo kalian ribut terus? Warga jadi takut!”
“Bosan!” Jawab Kadam Titit singkat.
“Kok bosan?”
“Iyo, kami bosan dengan otak kami. Jadi, kami saling
tukar otak”
“Waahh... Saya tebak, pasti kalian saling mengumbar
AIB?”
“Iyo” Jawab mereka kompak.
“Saling ngejek?”
“Iyo”
“Saling menjatuhkan”
“Iyo”
Pak Polisi menarik napas panjang sebelum melanjutkan
obrolan.
“Memang akhir-akhir ini banyak yang mengumbar aib,
saling mengejek, bahkan saling menjatuhkan. Tapi, jangan sampai ego itu malah
memecahkan persahabatan, kekeluargaan dan toleransi di antara kita. Bangsa ini
bisa besar tidak hanya karena kalangan tua saja, tapi kalangan muda seperti
kalian juga berpengaruh, bahkan pengaruhnya besar. Coba saja kalau generasi
mudanya sudah saling sikat, saling bantai, saling benci. Besarnya mau jadi apa?
Penjahat! Katanya protes kepada kemiskinan dan kehidupan yang kurang layak.
Seharusnya, kalian saling bahu membahu menjadikannya layak. Bukan saling
menyalahkan! Kalau kalian bosan berada di kemiskinan, kalian harus kerja keras.
Bukan malah tukar otak, dan melakukan tindakan konyol seperti itu. Mengerti!”
“Mengerti” Jawab mereka kompak seperti anak-anak yang
sedang diberi pelajaran.
“Sekarang, cepat buka kembali otak kalian! Kembalikan
pada pemilik aslinya”
Mereka semua membuka tempurung kepala, dan mengambil
otak masing-masing. Mereka hanya diam, tidak melakukan tindakan apapun.
“Cepat! Masukkan kembali otak kalian yang sebenarnya.”
Tiba-tiba Romli Asma merasa aneh “Kok aku jadi lupa
caro masang otak!”
“Aku jugo” ujar teman-temannya yang lain.
“Walah... Kok pada lupa? Bukannya kalian masang otak
sendiri-sendiri kemarin.”
“Iya, Pak. Tapi sekarang kok lupo sih.”
Kondisi semakin membingungkan, tampang mereka lebih
menyeramkan dengan kepala terbuka dan memegang otak. Pak Polisi bingung, Kadam
Titit bingung, Saipul Kecik bingung, Romli Asma bingung, Roma Ngangkang
bingung, semuanya menjadi bingung. Kebingungan itu telah merambat ke seluruh
polisi yang ada di kantor. Selama tiga jam kemudian, kebingungan juga merambat
ke seluruh masyarakat di kampung itu.
Besoknya ketika pemilu dimulai, pesta yang katanya
demokrasi dilaksanakan. Kadam Titit, Saipul Kecik, Romli Asma, dan Roma
Ngangkang datang ke TPS. Mereka ingin memilih pejabat berdasarkan suara
hatinya. Tapi, petugas di sana malah bingung karena melihat mereka menenteng
otak masing-masing. Mereka juga bingung caranya mencucuk paku itu ke nomor
pilihannya. Mereka semua bingung tentang apa yang ingin dibingungkan, pokoknya
semuanya bingung. Tidak pernah mengerti apa yang dibingungkan, cuma
penulis cerita pendek ini yang mengerti.


No comments:
Post a Comment