Berkarya dengan rasa Memilih dengan selera Bertindak dengan nyata

BUKU NAKAL

Wednesday, October 31, 2018

O (Joko & Roby)


O
(Joko & Roby)

 
"Berkarya dengan rasa, Memilih dengan selera, Bertindak dengan nyata"



“Ooo.... Pak Kades..”
“Pantas be rame nian di rumahnyo”
“Yo nian dak cerito tu?”
“Tu lah, masak iyo ado kucing bertelur emas?”
“Kato orang sih nian!”
Hari itu, bertepatan dengan peresmian calon presiden dan wakil presiden, ternyata ada hal yang lebih menghebohkan. Seluruh warga Mendalo dikejutkan dengan kehadiran kucing bertelur emas. Kok bisa, pak? Tanya seorang wartawan siaga dengan buku catatan. Padahal zaman sudah berkembang, ternyata masih ada wartawan yang tidak memegang alat perekam. Tertinggal di rumah! Katanya kepada Pak Kades yang kebingungan mau bicara cepat atau lambat.
“Ya sudah, yang penting berita heboh ini bisa dimuat di media masa”
“Yo amanlah tu! Kok bisa kucing bertelur? Emas lagi!”
“Bisa dong! Kucing saya ini kualitas super. Jelmaannya naga berkepala singa. Kandangnya berlapis baja permata. Makannya dak mau yang murah-murah. Untuk sarapan saja saya menghabiskan satu juta rupiah, ingat tu!”
“Kalo gitu, bapak rugi dong merawat kucing tu!”
“Wah.... hahaha, ya idak rugilah. Untuk dapatinyo saya rela bertapa selama lebih dari lima belas tahun. Setara dengan tiga periode presiden, ya meskipun presiden hanya boleh berkuasa selama dua periode saja. Lebih-lebih sedikit dak apolah.”
“Kenapo bapak rela buang-buang waktu untuk dapati kucing tu be?”
“Hehh... Ini kucing ajaib. Barang siapa yang merawatnyo, jabatannyo sekejap naik!” Pak Kades mulai menyombongkan diri dengan mengelus batu cincin di jari manisnya. “Dulu saya bukan siapa-siapa! Nah, sekarang kau tengok tu!” Pak Kades menunjuk ke arah foto yang terbingkai rapi dan terpajang di dinding ruang tamu. Senyuman Pak Kades menggelikan, rasanya senyum itu merupakan respon bangganya atas gelar Kepala Desa yang dia dapatkan kurang lebih sebulan yang lalu. “Sekarang saya jadi Kepala Desa. Semua itu kareno apo? Haa.... ya karena kucing ajaib ini” Elusannya berpindah ke kepala kucing belang tiga yang tampak gelisah di pangkuan Pak Kades. “Selama lima belas tahun saya menunggu, sekarang saya bisa membeli kucing ni! Milyaran uang habis saya hamburkan, tapi dak masalah. Sekarang saya bisa menjadi pemimpin di desa ni. Sebut saya Pak Kepala Desa! Hahaha”
“Tapi.... Aku dak percayo kalo kucing ni biso bertelur emas. Mano buktinyo?”
“Tunggu sebentar!” Pak Kades membuka sebuah peti harta karun yang disimpannya pada sudut ruang tamu. Sengaja dia taruh di situ agar orang-orang kagum padanya, dengan kesombongan dan optimis yang terkadang malah tampak aneh. “Niiii buktinya!”
Wartawan tidak bisa berkata lagi. Dia bahkan meneguk air liurnya sendiri. Mulutnya sampai menganga, tampak cairan bening menetes dari sela-sela bibir. Ini asli? Tanya wartawan sambil terbata-bata.
“Wahahaa.... Asli dong, mana pernah saya berbohong. Tanyakan saja pada warga sekitar, pasti perilaku saya selalu tampak baik di mata mereka.” Pak Kades tersenyum sinis, ingin membanggakan dirinya sendiri. Wartawan merapikan tas sandang dari kulit buaya yang diberikan salah satu oknum pejabat sebagai hadiah untuk berita baiknya. Aku pamit dulu! Tutur wartawan gondrong itu dengan senyum semringah. Pak Kades memberikan sebuah amplop tebal padanya di balik tangan mereka yang sedang berjabatan.
Sehari setelah berita itu beredar, hebohlah seluruh warga sekitar. Berita ini bukan hanya mampu menggetarkan publik tanah air, bahkan sudah sampai ke mancanegara. Pak Kades bahkan menerima pelbagai pesan singkat di ponselnya:
“Wihh... Where did you buy that cat?”
“How can i have that cat?”
“You’re amazing.....”
“Very awesome!”
Masyarakat yang tinggal tak jauh dari rumah Pak Kades rela ngantri panjang guna melihat kucing ajaib itu. Melihat keramaian, muncul ide bisnis Pak Kades. Dia membuka jasa berfoto bersama kucing ajaib dengan membayar sebesar lima puluh ribu rupiah. Jasa itu dibuka mulai pukul 07.00 sampai pukul 13.00 setiap harinya. Setelah jam itu habis, Pak Kades menuju kota membawa kucing itu. Dia mencari keuntungan di perkotaan, sebab kepadatan warga tentu berada di perkotaan.
“Pasti elok nian kucingnyo!”
“Iyo nianlah, telurnyo be emas.”
“Aku nak jugo punyo kucing tu, biso kayo!”
Warga yang sudah memadati rumah Pak Kades berjam-jam selalu bergumam. Memberikan pujian kepada Pak Kades dan kucing ajaibnya. Pak Kades bahkan mempunyai satpam pribadi berjumlah hampir dua puluh orang untuk mengatur barisan. Mereka bertugas menjaga keamanan, jangan sampai kericuhan terjadi. Tugas mereka bukan hanya menjaga, tetapi juga promosi. Satpam-satpam suruhan Pak Kades menyebar berita ke seluruh sosial media. Sengaja Pak Kades menugaskan satpam dengan pengikut di atas lima ribu pada sosial media, agar namanya auto terkenal. Bahkan promosi yang dilakukan oleh akun @***O** (Satpam Pak Kades) telah di like satu juta orang dan dibagikan sebanyak lima ribu kali. Nama aslinya Sutoyo, dia dipercaya Pak Kades sebagai komandan para satpam. Bukan karena kemampuannya, tapi karena follower instagram-nya berjumlah lebih dari dua juta.
Hampir saja keributan terjadi ketika waktu hampir menunjukkan pukul 13.00 sedangkan mereka belum juga sempat berfoto bersama kucing ajaib. Desakan dan saling dorong terjadi tiba-tiba, mereka yang merasa kepanasan tidak bisa menahan diri. Joko bahkan sempat adu mulut dengan pemuda desa lain. Beruntung bisa diamankan oleh satpam. Joko ditarik dan dibawa ke barisan lain, eh malah dia membuat keributan lagi. Kali ini Joko adu jotos dengan Kadam, benjol sebesar bakpao tepat di jidat kiri. Tidak terima dengan perbuatan Kadam, Joko mulai membuat gaduh. Atas kemarahan itu, ternyata juga berimbas pada warga yang lain. Mereka yang sudah kepanasan dan terbalut emosi saling desak dan dorong. Mereka juga tidak segan memukul satpam-satpam penjaga.
Bukannya melerai, para satpam malah lari ketakutan. Semua masyarakat langsung menjadi-jadi.
“Woiii... Aku duluan!”
“Enak be... Aku di depan dari tadi.”
“Kau tu kecik.”
“Kau besak!”
“Kau ngalah be!”
“Kau be yang ngalah!”
“Aarghhh*%$”
Tepat pukul 13.00 kondisi sudah sangat kacau. Pak Kades bermaksud ingin menutup seluruh rumah. Sebelum itu terjadi, tiba-tiba puluhan polisi datang serentak ke rumah Pak Kades.
“Ada apa ni?”
Tanpa ada kalimat, seorang polisi berkacamata hitam menempelkan surat tugas penangkapan ke wajah Pak Kades. Merasa tidak terima, Pak Kades mulai mengeluarkan kata-kata kasar. Anjing, babi, tikus, buaya, semut, burung dan seluruh nama binatang sudah disebutnya.
“Enak be.... Atas dasar apa kalian menangkap saya?” Pak Kades berteriak mengalahkan suara televisi yang bervolume penuh. “Aku laporkan kalian! Enak be main tangkap sembarang.” Tiba-tiba listrik padam, pendingin ruangan semuanya serentak mati. Publik yang penasaran menjadi-jadi, mereka tidak peduli dengan kehadiran polisi. Mereka sudah panas hati, otak dan raga. Dari banyaknya warga, datanglah seorang pria dengan jas hitam, kemeja putih, celana dasar hitam dan menjinjing tas yang cukup besar. Dialah Roby, salah satu pengacara ternama di ibu kota yang selama karirnya banyak memenangkan perkara hukum.
“Tidak perlulah kau mengelak lagi. Semuanya sudah terbukti dari uji lab di kota kemarin. Emas yang kau bawa dan pamerkan itu, bukanlah berasal dari kucing yang berada di kandang itu” Roby menunjuk ke kandang “Kucing itu hanyalah kucing biasa, tidak bisa bertelur! Apalagi bertelur emas.” Roby membalik badan dan berteriak ke arah warga yang emosi “Pria ini pembohong, dia memanfaatkan kebohongan itu untuk kepentingan dirinya sendiri.”
“Oalah... Kurang ajar! Kita dibohongi.”
“Awas be kau! Habis kau, tengoklah.”
“Dasar pembohong!”
“Penipu!”
“Hoax!!!”
Warga bertambah emosi dan mencaci Pak Kades. Mereka bahkan sudah mengepalkan tinju sekuat tenaga. Pak Kades ketakutan, dia hampir terkencing-kencing. Takut diamuk masa, dia berjalan ke atas mimbar yang dipakainya untuk berkampanye dulu. Kini dia bisa dilihat oleh barisan warga paling belakang, dengan suara lantang Pak Kades berkata.
“Yang saya maksud itu bukanlah kucing bertelur emas. Mana mungkin seekor kucing bisa bertelur, emas pula. Maksud saya itu kucing ini bertemu telur, warnanya emas.”
“OOOOOO.....” Sorak warga desa ramai-ramai menanggapi penjelasan Pak Kades.
“Mengerti?”
“Idak!”
Perkataan Pak Kades yang berbelit-belit membuat warga tidak bisa mengambil makna yang ingin Pak Kades sampaikan. Sangat sulit untuk dimengerti, tetapi penjelasan itu telah membuat warga sedikit tenang. Bagi mereka persoalan itu bukanlah kesalahan dari Pak Kades, melainkan kesalahan penafsiran dari warga desa. Roby tidak setuju dengan pendapat itu, baginya Pak Kades telah menyebarkan hoax yang berbahaya, maka wajib dituntut. Latar belakang penduduk perkotaan dan gelar doktornya membuat Roby berpikir kritis.
“Itu bohong....” Teriak Roby keras, kemudian listrik tiba-tiba hidup kembali. Televisi yang semula mati, mendadak hidup. Pandangan mereka semua tertuju pada berita yang menampakkan kedua calon presiden bersalaman. Di bawahnya, tepat di bagian penjelasan berita, tertulis dengan huruf besar dan jelas “Kedua calon presiden sepakat menjalankan kampanye sehat anti HOAX
“OOOO.....” Jawab seluruh warga desa serentak dengan wajah lelah.
        




No comments:

Post a Comment

SISTEM KOMENTAR

PENULIS

"Sudikah Dirimu Setia Menantiku" NAFRI DWI BOY penulis buku "Sudikah Dirimu Setia Menantiku". Harga Rp. 50.000

KOMENTAR

HUBUNGI KAMI

Name

Email *

Message *