O
(Joko & Roby)
“Ooo....
Pak Kades..”
“Pantas
be rame nian di rumahnyo”
“Yo
nian dak cerito tu?”
“Tu
lah, masak iyo ado kucing bertelur emas?”
“Kato
orang sih nian!”
Hari
itu, bertepatan dengan peresmian calon presiden dan wakil presiden, ternyata ada
hal yang lebih menghebohkan. Seluruh warga Mendalo dikejutkan dengan kehadiran
kucing bertelur emas. Kok bisa, pak? Tanya seorang wartawan siaga dengan buku
catatan. Padahal zaman sudah berkembang, ternyata masih ada wartawan yang tidak
memegang alat perekam. Tertinggal di rumah! Katanya kepada Pak Kades yang
kebingungan mau bicara cepat atau lambat.
“Ya
sudah, yang penting berita heboh ini bisa dimuat di media masa”
“Yo
amanlah tu! Kok bisa kucing bertelur? Emas lagi!”
“Bisa
dong! Kucing saya ini kualitas super. Jelmaannya naga berkepala singa.
Kandangnya berlapis baja permata. Makannya dak mau yang murah-murah. Untuk
sarapan saja saya menghabiskan satu juta rupiah, ingat tu!”
“Kalo
gitu, bapak rugi dong merawat kucing tu!”
“Wah....
hahaha, ya idak rugilah. Untuk dapatinyo saya rela bertapa selama lebih dari
lima belas tahun. Setara dengan tiga periode presiden, ya meskipun presiden
hanya boleh berkuasa selama dua periode saja. Lebih-lebih sedikit dak apolah.”
“Kenapo
bapak rela buang-buang waktu untuk dapati kucing tu be?”
“Hehh...
Ini kucing ajaib. Barang siapa yang merawatnyo, jabatannyo sekejap naik!” Pak
Kades mulai menyombongkan diri dengan mengelus batu cincin di jari manisnya.
“Dulu saya bukan siapa-siapa! Nah, sekarang kau tengok tu!” Pak Kades menunjuk
ke arah foto yang terbingkai rapi dan terpajang di dinding ruang tamu. Senyuman
Pak Kades menggelikan, rasanya senyum itu merupakan respon bangganya atas gelar
Kepala Desa yang dia dapatkan kurang lebih sebulan yang lalu. “Sekarang saya
jadi Kepala Desa. Semua itu kareno apo? Haa.... ya karena kucing ajaib ini”
Elusannya berpindah ke kepala kucing belang tiga yang tampak gelisah di
pangkuan Pak Kades. “Selama lima belas tahun saya menunggu, sekarang saya bisa
membeli kucing ni! Milyaran uang habis saya hamburkan, tapi dak masalah.
Sekarang saya bisa menjadi pemimpin di desa ni. Sebut saya Pak Kepala Desa!
Hahaha”
“Tapi....
Aku dak percayo kalo kucing ni biso bertelur emas. Mano buktinyo?”
“Tunggu
sebentar!” Pak Kades membuka sebuah peti harta karun yang disimpannya pada
sudut ruang tamu. Sengaja dia taruh di situ agar orang-orang kagum padanya,
dengan kesombongan dan optimis yang terkadang malah tampak aneh. “Niiii
buktinya!”
Wartawan
tidak bisa berkata lagi. Dia bahkan meneguk air liurnya sendiri. Mulutnya
sampai menganga, tampak cairan bening menetes dari sela-sela bibir. Ini asli?
Tanya wartawan sambil terbata-bata.
“Wahahaa....
Asli dong, mana pernah saya berbohong. Tanyakan saja pada warga sekitar, pasti
perilaku saya selalu tampak baik di mata mereka.” Pak Kades tersenyum sinis,
ingin membanggakan dirinya sendiri. Wartawan merapikan tas sandang dari kulit
buaya yang diberikan salah satu oknum pejabat sebagai hadiah untuk berita
baiknya. Aku pamit dulu! Tutur wartawan gondrong itu dengan senyum semringah.
Pak Kades memberikan sebuah amplop tebal padanya di balik tangan mereka yang
sedang berjabatan.
Sehari
setelah berita itu beredar, hebohlah seluruh warga sekitar. Berita ini bukan
hanya mampu menggetarkan publik tanah air, bahkan sudah sampai ke mancanegara. Pak
Kades bahkan menerima pelbagai pesan singkat di ponselnya:
“Wihh...
Where did you buy that cat?”
“How
can i have that cat?”
“You’re
amazing.....”
“Very
awesome!”
Masyarakat
yang tinggal tak jauh dari rumah Pak Kades rela ngantri panjang guna melihat
kucing ajaib itu. Melihat keramaian, muncul ide bisnis Pak Kades. Dia membuka
jasa berfoto bersama kucing ajaib dengan membayar sebesar lima puluh ribu
rupiah. Jasa itu dibuka mulai pukul 07.00 sampai pukul 13.00 setiap harinya. Setelah
jam itu habis, Pak Kades menuju kota membawa kucing itu. Dia mencari keuntungan
di perkotaan, sebab kepadatan warga tentu berada di perkotaan.
“Pasti
elok nian kucingnyo!”
“Iyo
nianlah, telurnyo be emas.”
“Aku
nak jugo punyo kucing tu, biso kayo!”
Warga
yang sudah memadati rumah Pak Kades berjam-jam selalu bergumam. Memberikan
pujian kepada Pak Kades dan kucing ajaibnya. Pak Kades bahkan mempunyai satpam
pribadi berjumlah hampir dua puluh orang untuk mengatur barisan. Mereka
bertugas menjaga keamanan, jangan sampai kericuhan terjadi. Tugas mereka bukan
hanya menjaga, tetapi juga promosi. Satpam-satpam suruhan Pak Kades menyebar
berita ke seluruh sosial media. Sengaja Pak Kades menugaskan satpam dengan
pengikut di atas lima ribu pada sosial media, agar namanya auto terkenal.
Bahkan promosi yang dilakukan oleh akun @***O**
(Satpam Pak Kades) telah di like satu juta orang dan dibagikan
sebanyak lima ribu kali. Nama aslinya Sutoyo, dia dipercaya Pak Kades sebagai
komandan para satpam. Bukan karena kemampuannya, tapi karena follower instagram-nya berjumlah lebih
dari dua juta.
Hampir
saja keributan terjadi ketika waktu hampir menunjukkan pukul 13.00 sedangkan
mereka belum juga sempat berfoto bersama kucing ajaib. Desakan dan saling
dorong terjadi tiba-tiba, mereka yang merasa kepanasan tidak bisa menahan diri.
Joko bahkan sempat adu mulut dengan pemuda desa lain. Beruntung bisa diamankan oleh
satpam. Joko ditarik dan dibawa ke barisan lain, eh malah dia membuat keributan
lagi. Kali ini Joko adu jotos dengan Kadam, benjol sebesar bakpao tepat di
jidat kiri. Tidak terima dengan perbuatan Kadam, Joko mulai membuat gaduh. Atas
kemarahan itu, ternyata juga berimbas pada warga yang lain. Mereka yang sudah
kepanasan dan terbalut emosi saling desak dan dorong. Mereka juga tidak segan
memukul satpam-satpam penjaga.
Bukannya
melerai, para satpam malah lari ketakutan. Semua masyarakat langsung
menjadi-jadi.
“Woiii...
Aku duluan!”
“Enak
be... Aku di depan dari tadi.”
“Kau
tu kecik.”
“Kau
besak!”
“Kau
ngalah be!”
“Kau
be yang ngalah!”
“Aarghhh*%$”
Tepat
pukul 13.00 kondisi sudah sangat kacau. Pak Kades bermaksud ingin menutup
seluruh rumah. Sebelum itu terjadi, tiba-tiba puluhan polisi datang serentak ke
rumah Pak Kades.
“Ada
apa ni?”
Tanpa
ada kalimat, seorang polisi berkacamata hitam menempelkan surat tugas
penangkapan ke wajah Pak Kades. Merasa tidak terima, Pak Kades mulai
mengeluarkan kata-kata kasar. Anjing, babi, tikus, buaya, semut, burung dan
seluruh nama binatang sudah disebutnya.
“Enak
be.... Atas dasar apa kalian menangkap saya?” Pak Kades berteriak mengalahkan
suara televisi yang bervolume penuh. “Aku laporkan kalian! Enak be main tangkap
sembarang.” Tiba-tiba listrik padam, pendingin ruangan semuanya serentak mati.
Publik yang penasaran menjadi-jadi, mereka tidak peduli dengan kehadiran
polisi. Mereka sudah panas hati, otak dan raga. Dari banyaknya warga, datanglah
seorang pria dengan jas hitam, kemeja putih, celana dasar hitam dan menjinjing
tas yang cukup besar. Dialah Roby, salah satu pengacara ternama di ibu kota
yang selama karirnya banyak memenangkan perkara hukum.
“Tidak
perlulah kau mengelak lagi. Semuanya sudah terbukti dari uji lab di kota
kemarin. Emas yang kau bawa dan pamerkan itu, bukanlah berasal dari kucing yang
berada di kandang itu” Roby menunjuk ke kandang “Kucing itu hanyalah kucing
biasa, tidak bisa bertelur! Apalagi bertelur emas.” Roby membalik badan dan
berteriak ke arah warga yang emosi “Pria ini pembohong, dia memanfaatkan
kebohongan itu untuk kepentingan dirinya sendiri.”
“Oalah...
Kurang ajar! Kita dibohongi.”
“Awas
be kau! Habis kau, tengoklah.”
“Dasar
pembohong!”
“Penipu!”
“Hoax!!!”
Warga
bertambah emosi dan mencaci Pak Kades. Mereka bahkan sudah mengepalkan tinju
sekuat tenaga. Pak Kades ketakutan, dia hampir terkencing-kencing. Takut diamuk
masa, dia berjalan ke atas mimbar yang dipakainya untuk berkampanye dulu. Kini
dia bisa dilihat oleh barisan warga paling belakang, dengan suara lantang Pak
Kades berkata.
“Yang
saya maksud itu bukanlah kucing bertelur emas. Mana mungkin seekor kucing bisa
bertelur, emas pula. Maksud saya itu kucing ini bertemu telur, warnanya emas.”
“OOOOOO.....”
Sorak warga desa ramai-ramai menanggapi penjelasan Pak Kades.
“Mengerti?”
“Idak!”
Perkataan
Pak Kades yang berbelit-belit membuat warga tidak bisa mengambil makna yang
ingin Pak Kades sampaikan. Sangat sulit untuk dimengerti, tetapi penjelasan itu
telah membuat warga sedikit tenang. Bagi mereka persoalan itu bukanlah
kesalahan dari Pak Kades, melainkan kesalahan penafsiran dari warga desa. Roby
tidak setuju dengan pendapat itu, baginya Pak Kades telah menyebarkan hoax yang berbahaya, maka wajib
dituntut. Latar belakang penduduk perkotaan dan gelar doktornya membuat Roby
berpikir kritis.
“Itu
bohong....” Teriak Roby keras, kemudian listrik tiba-tiba hidup kembali.
Televisi yang semula mati, mendadak hidup. Pandangan mereka semua tertuju pada
berita yang menampakkan kedua calon presiden bersalaman. Di bawahnya, tepat di
bagian penjelasan berita, tertulis dengan huruf besar dan jelas “Kedua calon
presiden sepakat menjalankan kampanye sehat anti HOAX”
“OOOO.....”
Jawab seluruh warga desa serentak dengan wajah lelah.


No comments:
Post a Comment