T-Rex
(Joko & Roby)
![]() |
| "Berkarya dengan rasa, Memilih dengan selera, Bertindak dengan nyata" |
Setiap
hari sabtu, rumah warna hijau di gang sirsak nomor sepuluh itu selalu sepi.
Biasanya selalu ada aktivitas di sekitar halaman. Paling tidak sekedar menyiram
bunga yang jumlahnya sekitar seratus jenis. Sesekali juga ada Joko (anaknya Pak
Kadam, buah cintanya bersama Bu Kidim) bermain futsal bersama anak tetangga. Selepas
pulang sekolah, masih menggunakan baju putih celana merah sampai petang.
Biasanya Bu Kidim datang membawa sapu yang panjangnya tiga meter untuk menyuruh
Joko pulang. Pak Kadam tidak lepas dari kegiatan sehari-harinya menonton TV.
Tapi
setiap hari sabtu rumah itu biasanya sepi. Joko dan Pak Kadam sibuk menjalani
aktivitas di ruang keluarga. Ruang yang besarnya lima kali lima meter, di atas
sofa Joko dan Pak Kadam duduk bermalas-malasan. Kaki Pak Kadam dibiarkan
berselonjor di atas meja. Sebelah kakinya terdapat tumpukan buku The Ultimate Dinopedia karangan Don
Lessem, Ensiklopedia Dinosaurus, Kumpulan gambar Dinosaurus, serta beberapa
koran yang membahas temuan Dinosaurus terbesar di Australia yang ditulis Steve
Salisbury.
TV
menyala memberitakan kasus pembunuhan yang dipenjara seumur hidup, pengedar
narkoba yang mendapatkan hukuman mati, nenek yang dipenjara karena mencuri
sandal jepit. Satu lagi yang paling heboh, oknum pejabat yang terjerat kasus
korupsi dengan label ‘papa minta jajan’.
“Kasus
korupsi yang menjerat salah satu pejabat negara mulai menemui titik terang.”
Ujar perempuan cantik dalam sebuah acara berita di salah satu siaran TV.
“Setelah membaca pledoi dari kedua belah pihak. Hakim berdiskusi selama
beberapa hari untuk mempertimbangkan keputusannya. Hari ini agendanya adalah putusan
akhir. Maka berdasarkan pertimbangan yang sangat akurat. Hakim memutuskan bahwa
terdakwa terbukti bersalah dan dihukum selama.............” Tiba-tiba siaran TV
berpindah ke film Jurrasic Park.
“Ealahh...
Jangan ditukar Joko. Bapak mau nonton berita”
“Dak
nak, Joko nak nonton film Dinosaurus.”
“Agek
be dulu, gantianlah lagi.”
“Bapak
harus ngalah sama anak!”
Pak
Kadam memaksa Joko menyerahkan remot TV padanya. Joko sekuat tenaga
mempertahankan yang menjadi miliknya. Kemudian saat kewalahan, Joko berteriak
keras lalu menangis.
“Pak....
ngapa teriak-teriak tu.” Bu Kidim yang mendengar teriakan itu dari dapur lantas
merespon.
“Dak
Ma, Lagi main sama Joko.”
“Bohong...
Bapak dak nak ngalah sama Joko.”
“Ssttttt.....!”
“Makanya
bapak tu ngalah! Agek Joko kadu ke Mama.”
“Iya
iya, Bapak ngalah!”
Pak
Kadam membiarkan Joko memegang remot, terpaksa menikmati film Dinosaurus yang
sudah menjadi idola Joko sejak lama. Mengidolakan binatang Dinosaurus? Apa
hebatnya? Namanya juga anak kecil, Pak Kadam sudah terbiasa mengalah. Dia
termasuk dalam komunitas ‘Sutis: Suami Takut Istri’ yang dibentuk secara iseng
oleh para suami di Gang Sirsak. Saat Bu Kidim marah, Pak Kadam tidak tahu harus
berbuat apa. Barangkali di dunia ini sudah terbalik, dimana perempuan lebih
perkasa daripada pria.
Bila
melihat pada sejarah masa remaja mereka. Pak Kadam sudah menyukai Bu Kidim
selama delapan tahun lamanya, mulai dari mereka duduk bersebelahan waktu SMA
sampai mereka wisuda sarjana. Selama delapan tahun itu Pak Kadam sukar
mengungkapkan perasaan yang bersemayam dalam hatinya. Barulah pada tahun ke
sembilan, Pak Kadam mengungkapkan semua rasa yang terbendung menjadi cinta yang
begitu besar.
Rasa
cinta itu telah membuat Pak Kadam menjadi luluh. Tidak sedikitpun keberaniannya
melawan Bu Kidim. Beberapa kali Pak Kadam berpikir “Apakah rasa cinta yang
telah membuat bangsa diam dan hanya nurut saja pada penguasa?” Rasanya aneh
jika meneliti sejarah cinta bangsa terhadap negaranya selama puluhan tahun
kekuasaan. Barulah pada tahun 98 saat tragedi ‘Reformasi’ Pak Kadam pernah
sekali berani melawan Bu Kidim. Saat itu Bu Kidim keterlaluan terhadap Pak
Kadam dengan menuturkan kata “Suami penakut”. Saat itulah amarah Pak Kadam
membara seperti amarah bangsa tahun 98. Setelah kejadian itu, Pak Kadam seperti
mati kutu. Dia kembali menjadi sutis, bersama dengan suami-suami lainnya.
“Pak,
Dinosaurus sudah punah?”
“Iya.”
“Kalau
Brontosaurus?”
“Iya.”
“Kalau
T-Rex.”
“Sudah
Joko, kan tadi sudah ditanya! semua Dinosaurus sudah punah.”
“Yahh...
Padahal Joko suka sama T-Rex. Badannya besar, giginya tajam menyeramkan”
“Kalau
seram kenapa suka?”
“Karena
ganas, Pak. Joko pemberani kayak T-Rex.”
Pak
Kadam membiarkan Joko larut dalam hayalnya. Sembari menggoyangkan kedua kaki,
menunggu ‘kapanlah Joko tidur’. Joko larut dalam film Jurrasic Park. Seluruh adegan dalam film selalu dikomentari. Tiba
pada salah satu pertanyaan Joko yang membuat Pak Kadam tertarik.
“Kemana
T-Rex sekarang?”
“Jadi
ayam!”
“Haaa.....
Serius Pak? Jadi ayam! Ya tuhan! Sumpah demi apapun, selama ini. Ahh...
wawww... Cinca?”
Pak
Joko tidak mengira anaknya bisa menjadi alay
seperti itu. Semua karena perkembangan zaman yang menyerang pada pola pikir
anak.
“T-Rex
sudah menjadi ayam!”
“Kok
bisa?”
“Mau
tahu?”
“Mau,
Pak!”
Pak
Kadam bersandar ke sofa sembari menyatukan kedua tangannya sebagai bantal di
kepala. “Karena karma!”
“Haa....
Karma tu apa?”
“Karma
tu kayak balasan Joko. Dulu T-Rex tu suka makan manusia. Banyak manusia yang
menyumpahinya. Jadilah sekarang dia sebagai ayam, sekarang manusia lagi yang
makan ayam.”
“Jadi........”
Joko kebingungan, wajah polosnya mendadak memerah “Ayam yang Joko makan dari
kemarin, itu T-Rex.”
“Iya,
T-Rex termakan sumpah, sekarang jadinya terbalik.”
“Terbalik
gimana?”
“Kalau
dulu T-Rex yang memangsa manusia, sekarang manusia yang memangsa T-Rex. Kalau
dulu penguasa memangsa rakyat, sekarang rakyat yang memangsa penguasa.
Kekuasaan tertinggi katanya berada di tangan rakyat. Tidak sedikitpun
pembangunan berpihak ke rakyat. Pembangunan malah mencekik, rakyat mati
perlahan-lahan. Anehnya lagi rakyat tidak marah, mungkin karena rasa cintanya
begitu besar. Tapi ingat! Cinta bisa menjadi petaka. Kita pernah berada di
posisi demikian. Jangan sampai penguasa hanya mengobral janji kampanye, untuk
mendapat kekuasaan. Setelah itu bungkam seolah tidak pernah bicara sedikitpun.
Lucunya lagi, sudah tahu sengsara masih juga ada yang membela. Rakyat harusnya
berani, penguasa akan termakan sumpah kahalayak. Sepintar-pintarnya T-Rex
berlari pasti akan masuk sel juga. Karma itu berlaku pada siapapun. Mengerti!”
“Idak...”
Mulut Joko menganga lebar, dia tidak termakan dengan arah pembicaraan Pak
Kadam. Anak se-usianya belum paham masalah seperti itu. Bahkan karena
pembicaraan itu Joko merasa pusing. Dia seperti menerka-nerka maksud yang ingin
disampaikan.
“Pokoknya
kita sebagai manusia harus baik, jujur, saling menghormati, saling menghargai
dengan tulus. Biar tidak terkena karma seperti T-Rex.”
“ooh.....”
“Joko
anak yang baik?”
“Iya!”
“Joko
anak yang hormat pada orang tua?”
“Iya!”
“Joko
anak yang nurut?”
“Iya!”
“Ayah
pinjam remotnya ya!”
“Iya!”
Joko
memberikan remot TV pada Pak Kadam, sembari itu pula Bu Kidim menemui mereka
dengan membawa sepiring ayam goreng yang lezat.
“Waktunya
makan siang!”
“Dak
nak!”
Bu
Kidim kaget “Loh... Kok gitu?”
“Kata
Bapak ayam tu T-Rex. Jadi Joko dak nak makan T-Rex. Takut!”
Bu
Kidim melihat sinis ke arah Pak Kadam. Sebelum terlambat dan digilas oleh
istrinya. Pak Kadam mencoba meluruskan pikiran anaknya yang mulai bengkok.
“Memang
ayam itu adalah T-Rex. Tapi sekarang T-Rex sudah berada di jalan yang benar.
Dia sudah tidak jahat lagi, karena karma itu T-Rex menjadi binatang yang baik
dan berguna bagi manusia.”
“Serius
Pak?”
“Serius!”
“Yeee.....”
Setelah
itu mereka semua melahap habis sepiring ayam goreng lezat masakan Bu Kidim.
Melihat anaknya yang tidak lagi tertarik menonton Jurrasic Park, Pak Kadam memindahkan siaran TV. Mendadak Pak Kadam
kaget ketika mendengar seorang reporter cantik bercerita tentang ‘Sel mewah
oknum koruptor layaknya hotel bintang tujuh’.
“Pasti
karena karma!” Ujar Joko dengan senyum semringah, Pak Kadam bergetar, mulutnya
terkunci, dia tidak berkata apa-apa.


No comments:
Post a Comment