Berkarya dengan rasa Memilih dengan selera Bertindak dengan nyata

BUKU NAKAL

Saturday, September 15, 2018

T-Rex (Joko & Roby)


T-Rex
(Joko & Roby)


"Berkarya dengan rasa, Memilih dengan selera, Bertindak dengan nyata"



Setiap hari sabtu, rumah warna hijau di gang sirsak nomor sepuluh itu selalu sepi. Biasanya selalu ada aktivitas di sekitar halaman. Paling tidak sekedar menyiram bunga yang jumlahnya sekitar seratus jenis. Sesekali juga ada Joko (anaknya Pak Kadam, buah cintanya bersama Bu Kidim) bermain futsal bersama anak tetangga. Selepas pulang sekolah, masih menggunakan baju putih celana merah sampai petang. Biasanya Bu Kidim datang membawa sapu yang panjangnya tiga meter untuk menyuruh Joko pulang. Pak Kadam tidak lepas dari kegiatan sehari-harinya menonton TV.
Tapi setiap hari sabtu rumah itu biasanya sepi. Joko dan Pak Kadam sibuk menjalani aktivitas di ruang keluarga. Ruang yang besarnya lima kali lima meter, di atas sofa Joko dan Pak Kadam duduk bermalas-malasan. Kaki Pak Kadam dibiarkan berselonjor di atas meja. Sebelah kakinya terdapat tumpukan buku The Ultimate Dinopedia karangan Don Lessem, Ensiklopedia Dinosaurus, Kumpulan gambar Dinosaurus, serta beberapa koran yang membahas temuan Dinosaurus terbesar di Australia yang ditulis Steve Salisbury.
TV menyala memberitakan kasus pembunuhan yang dipenjara seumur hidup, pengedar narkoba yang mendapatkan hukuman mati, nenek yang dipenjara karena mencuri sandal jepit. Satu lagi yang paling heboh, oknum pejabat yang terjerat kasus korupsi dengan label ‘papa minta jajan’.
“Kasus korupsi yang menjerat salah satu pejabat negara mulai menemui titik terang.” Ujar perempuan cantik dalam sebuah acara berita di salah satu siaran TV. “Setelah membaca pledoi dari kedua belah pihak. Hakim berdiskusi selama beberapa hari untuk mempertimbangkan keputusannya. Hari ini agendanya adalah putusan akhir. Maka berdasarkan pertimbangan yang sangat akurat. Hakim memutuskan bahwa terdakwa terbukti bersalah dan dihukum selama.............” Tiba-tiba siaran TV berpindah ke film Jurrasic Park.
“Ealahh... Jangan ditukar Joko. Bapak mau nonton berita”
“Dak nak, Joko nak nonton film Dinosaurus.”
“Agek be dulu, gantianlah lagi.”
“Bapak harus ngalah sama anak!”
Pak Kadam memaksa Joko menyerahkan remot TV padanya. Joko sekuat tenaga mempertahankan yang menjadi miliknya. Kemudian saat kewalahan, Joko berteriak keras lalu menangis.
“Pak.... ngapa teriak-teriak tu.” Bu Kidim yang mendengar teriakan itu dari dapur lantas merespon.
“Dak Ma, Lagi main sama Joko.”
“Bohong... Bapak dak nak ngalah sama Joko.”
“Ssttttt.....!”
“Makanya bapak tu ngalah! Agek Joko kadu ke Mama.”
“Iya iya, Bapak ngalah!”
Pak Kadam membiarkan Joko memegang remot, terpaksa menikmati film Dinosaurus yang sudah menjadi idola Joko sejak lama. Mengidolakan binatang Dinosaurus? Apa hebatnya? Namanya juga anak kecil, Pak Kadam sudah terbiasa mengalah. Dia termasuk dalam komunitas ‘Sutis: Suami Takut Istri’ yang dibentuk secara iseng oleh para suami di Gang Sirsak. Saat Bu Kidim marah, Pak Kadam tidak tahu harus berbuat apa. Barangkali di dunia ini sudah terbalik, dimana perempuan lebih perkasa daripada pria.
Bila melihat pada sejarah masa remaja mereka. Pak Kadam sudah menyukai Bu Kidim selama delapan tahun lamanya, mulai dari mereka duduk bersebelahan waktu SMA sampai mereka wisuda sarjana. Selama delapan tahun itu Pak Kadam sukar mengungkapkan perasaan yang bersemayam dalam hatinya. Barulah pada tahun ke sembilan, Pak Kadam mengungkapkan semua rasa yang terbendung menjadi cinta yang begitu besar.
Rasa cinta itu telah membuat Pak Kadam menjadi luluh. Tidak sedikitpun keberaniannya melawan Bu Kidim. Beberapa kali Pak Kadam berpikir “Apakah rasa cinta yang telah membuat bangsa diam dan hanya nurut saja pada penguasa?” Rasanya aneh jika meneliti sejarah cinta bangsa terhadap negaranya selama puluhan tahun kekuasaan. Barulah pada tahun 98 saat tragedi ‘Reformasi’ Pak Kadam pernah sekali berani melawan Bu Kidim. Saat itu Bu Kidim keterlaluan terhadap Pak Kadam dengan menuturkan kata “Suami penakut”. Saat itulah amarah Pak Kadam membara seperti amarah bangsa tahun 98. Setelah kejadian itu, Pak Kadam seperti mati kutu. Dia kembali menjadi sutis, bersama dengan suami-suami lainnya.
“Pak, Dinosaurus sudah punah?”
“Iya.”
“Kalau Brontosaurus?”
“Iya.”
“Kalau T-Rex.”
“Sudah Joko, kan tadi sudah ditanya! semua Dinosaurus sudah punah.”
“Yahh... Padahal Joko suka sama T-Rex. Badannya besar, giginya tajam menyeramkan”
“Kalau seram kenapa suka?”
“Karena ganas, Pak. Joko pemberani kayak T-Rex.”
Pak Kadam membiarkan Joko larut dalam hayalnya. Sembari menggoyangkan kedua kaki, menunggu ‘kapanlah Joko tidur’. Joko larut dalam film Jurrasic Park. Seluruh adegan dalam film selalu dikomentari. Tiba pada salah satu pertanyaan Joko yang membuat Pak Kadam tertarik.
“Kemana T-Rex sekarang?”
“Jadi ayam!”
“Haaa..... Serius Pak? Jadi ayam! Ya tuhan! Sumpah demi apapun, selama ini. Ahh... wawww... Cinca?”
Pak Joko tidak mengira anaknya bisa menjadi alay seperti itu. Semua karena perkembangan zaman yang menyerang pada pola pikir anak.
“T-Rex sudah menjadi ayam!”
“Kok bisa?”
“Mau tahu?”
“Mau, Pak!”
Pak Kadam bersandar ke sofa sembari menyatukan kedua tangannya sebagai bantal di kepala. “Karena karma!”
“Haa.... Karma tu apa?”
“Karma tu kayak balasan Joko. Dulu T-Rex tu suka makan manusia. Banyak manusia yang menyumpahinya. Jadilah sekarang dia sebagai ayam, sekarang manusia lagi yang makan ayam.”
“Jadi........” Joko kebingungan, wajah polosnya mendadak memerah “Ayam yang Joko makan dari kemarin, itu T-Rex.”
“Iya, T-Rex termakan sumpah, sekarang jadinya terbalik.”
“Terbalik gimana?”
“Kalau dulu T-Rex yang memangsa manusia, sekarang manusia yang memangsa T-Rex. Kalau dulu penguasa memangsa rakyat, sekarang rakyat yang memangsa penguasa. Kekuasaan tertinggi katanya berada di tangan rakyat. Tidak sedikitpun pembangunan berpihak ke rakyat. Pembangunan malah mencekik, rakyat mati perlahan-lahan. Anehnya lagi rakyat tidak marah, mungkin karena rasa cintanya begitu besar. Tapi ingat! Cinta bisa menjadi petaka. Kita pernah berada di posisi demikian. Jangan sampai penguasa hanya mengobral janji kampanye, untuk mendapat kekuasaan. Setelah itu bungkam seolah tidak pernah bicara sedikitpun. Lucunya lagi, sudah tahu sengsara masih juga ada yang membela. Rakyat harusnya berani, penguasa akan termakan sumpah kahalayak. Sepintar-pintarnya T-Rex berlari pasti akan masuk sel juga. Karma itu berlaku pada siapapun. Mengerti!”
“Idak...” Mulut Joko menganga lebar, dia tidak termakan dengan arah pembicaraan Pak Kadam. Anak se-usianya belum paham masalah seperti itu. Bahkan karena pembicaraan itu Joko merasa pusing. Dia seperti menerka-nerka maksud yang ingin disampaikan.
“Pokoknya kita sebagai manusia harus baik, jujur, saling menghormati, saling menghargai dengan tulus. Biar tidak terkena karma seperti T-Rex.”
“ooh.....”
“Joko anak yang baik?”
“Iya!”
“Joko anak yang hormat pada orang tua?”
“Iya!”
“Joko anak yang nurut?”
“Iya!”
“Ayah pinjam remotnya ya!”
“Iya!”
Joko memberikan remot TV pada Pak Kadam, sembari itu pula Bu Kidim menemui mereka dengan membawa sepiring ayam goreng yang lezat.
“Waktunya makan siang!”
“Dak nak!”
Bu Kidim kaget “Loh... Kok gitu?”
“Kata Bapak ayam tu T-Rex. Jadi Joko dak nak makan T-Rex. Takut!”
Bu Kidim melihat sinis ke arah Pak Kadam. Sebelum terlambat dan digilas oleh istrinya. Pak Kadam mencoba meluruskan pikiran anaknya yang mulai bengkok.
“Memang ayam itu adalah T-Rex. Tapi sekarang T-Rex sudah berada di jalan yang benar. Dia sudah tidak jahat lagi, karena karma itu T-Rex menjadi binatang yang baik dan berguna bagi manusia.”
“Serius Pak?”
“Serius!”
“Yeee.....”
Setelah itu mereka semua melahap habis sepiring ayam goreng lezat masakan Bu Kidim. Melihat anaknya yang tidak lagi tertarik menonton Jurrasic Park, Pak Kadam memindahkan siaran TV. Mendadak Pak Kadam kaget ketika mendengar seorang reporter cantik bercerita tentang ‘Sel mewah oknum koruptor layaknya hotel bintang tujuh’.
“Pasti karena karma!” Ujar Joko dengan senyum semringah, Pak Kadam bergetar, mulutnya terkunci, dia tidak berkata apa-apa.



       


No comments:

Post a Comment

SISTEM KOMENTAR

PENULIS

"Sudikah Dirimu Setia Menantiku" NAFRI DWI BOY penulis buku "Sudikah Dirimu Setia Menantiku". Harga Rp. 50.000

KOMENTAR

HUBUNGI KAMI

Name

Email *

Message *