Orasi
Kemerdekaan
(Joko
& Roby)
![]() |
| "Berkarya dengan rasa, Memilih dengan selera, Bertindak dengan nyata" |
Suka Bebas adalah desa yang terletak tidak jauh dari
perkotaan. Meski bersebelahan dengan kota, tapi perekonomiannya tidak stabil.
Semua itu karena hasil perkebunan dan pertanian habis dilahap oleh wabah tikus.
Mereka memakan semua hasil bumi pada malam hari. Ketika masyarakat desa sedang
tertidur pulas. Tidak sempat mengawasi seluruh hasil bumi yang mereka tanam
dengan kerja keras.
Pernah suatu hari, Joko selaku Kepala Desa mengajak
seluruh pria di sana untuk berjaga sepanjang malam.
“Para
lelaki semuanya harus siap tempur di sawah, sedangkan wanita menjaga rumah.
Pokoknya kita harus membasmi tikus-tikus itu malam ini!” Warga desa bersorak
dengan berbagai ekspresi.
“Horee....”
“Hidup
Suka Bebas!”
“Pokoknya
Merdeka!”
“Berjuang
sampai titik darah penghabisan.”
“Yahh...
rencana mau jalan-jalan sama istri.”
“Dak
bisa deh nonton bola.
“Kenapa
harus malam ini?”
Joko menyimak warga desa
larut dalam berbagai ekspresi. Ada yang setuju dan ada pula yang tidak setuju.
“Tikus-tikus
itu harus kita basmi malam ini juga!”
Tiba-tiba
ada seorang warga pendatang yang baru tinggal satu bulan di Desa memberikan
ketidaksetujuan. Warga itu bernama Roby, sebelumnya tinggal di Kota.
“Pokoknya
saya tidak setuju! Tikus-tikus itu juga punya hak untuk hidup. Mereka juga
punya nyawa.” Roby berucap dengan penuh ketegasan. Dia terkenal Sebagai warga
yang bersikap kritis. Pendidikannya tinggi, pengalaman tinggal di kota, serta
pintar bermain kata. Warga Desa yang rata-rata hanya lulusan Sekolah Dasar
tidak berani menentang. Sekalipun mereka menentang, Roby selalu membawa
berbagai teori dalam argumennya.
Warga
Desa bukannya tidak berani menentang, tapi perkataan Roby terlalu tinggi.
Mereka tidak termakan dengan argumennya, sehingga malas untuk membalas.
“Tikus-tikus
tidak pernah memikirkan kita (petani) mereka melahap habis hasil bumi kita.
Makanya kita harus bersikap tegas!” Beruntung Joko merupakan Kepala Desa yang
berpendidikan. Beliau berhasil lulus Sarjana meskipun harus menunggu lama. Skripsi
yang dikerjakan selalu direvisi oleh pembimbing. Di tahun terakhirnya sebelum Drop Out Joko berhasil menamatkan
perkuliahan.
“Kita
bisa memaklumi mengapa tikus-tikus berbuat demikian. Mereka hanyalah kumpulan
binatang yang tidak punya otak. Saya rasa wajar saja tikus-tikus seperti itu.”
Wajah
Joko mulai memerah “Sudah lama kita bertoleransi terhadap perilaku mereka.
Bahkan kita sudah mengajarkan kejujuran, caranya meminta bukannya maling. Coba
saja tikus-tikus itu izin dulu pasti warga desa tidak marah.”
Roby
tertawa, dan warga Desa mulai jengkel kepadanya. “Mana bisa tikus minta izin,
ucapannya saja kita tidak mengerti. Di Negeri ini kita yang harus bersikap
wajar kepada tikus.”
Beberapa
warga bahkan saling berbisik mendengar perdebatan antara Joko dan Roby.
“Kira-kira
siapa yang akan menang?”
“Aku
rasa mereka akan saling adu pukul.”
“Eh...
kayaknya Roby benar, tapi Joko juga benar. Entahlah....”
“Tikus
itu sejenis apa ya? Setan?”
“Aku
berani taruhan, pasti Joko yang akan menang!”
“Tapi....
Kelihatannya Roby lebih pintar deh.”
Desas-desus warga bahkan
lebih keras terdengar, daripada perdebatan antara Joko dan Roby. Dari atas
mimbar Joko mencoba menenangkan warga yang sudah letih berdiri selama lima
menit.
“Pokoknya mau tidak mau, suka tidak suka tikus itu harus
dimusnahkan malam ini juga. Desa Suka Bebas harus segera merdeka dari para
penjajah.” Roby tidak diberikan kesempatan untuk bicara lagi. Setelah Joko
menyelesaikan ucapannya semua warga langsung bergerak. Mereka kembali ke rumah
untuk mengambil bambu runcing, celurit, parang, gergaji, makanan dan semua yang
dibutuhkan.
Warga dibagi dalam beberapa kelompok. Satu kelompoknya
ada sekitar sepuluh orang. Total ada lima kelompok yang artinya ada lima puluh
orang yang ikut berpartisipasi dalam perjuangan itu. Dari banyaknya warga,
tidak terlihat Roby. Pria pendatang baru yang berjiwa kritis itu memang tidak
tertarik untuk ikut. Terakhir salah satu warga melihat Roby berjalan di sekitar
gang sempit, kemudian menghilang di tikungan.
“Setiap kelompok dibagi pula dalam beberapa tugas:
Pengintai, Perencanaan dan Pengeksekusi. Kita harus tetap memandang ke setiap
sudut. Tikus-tikus itu selalu bersembunyi dalam menjalankan aksinya. Namanya
juga maling, mana ada yang mengaku.”
“Pak.... Bagaimana dengan tikus yang masih kecil,
kasihan!”
“Iyaa... Begitupun tikus yang sedang sakit, apalagi kalau
ada benjolan di kepalanya.”
“Saya jijik melihat tikus yang tubuhnya jelek, bau,
berlendir, kotor, apalagi kalau penyakitan. Hii.... Pokoknya kalau ketemu tikus
seperti itu, saya mundur!”
“Saya pernah ketemu tikus yang imut dan menggemaskan.
Saya mau merawatnya.”
Mendengar semua aspirasi warga, Joko lalu berucap “Yang
namanya tikus baik itu jorok, kasihan, imut bahkan cantik sekalipun tetap saja
mereka tikus. Kerjaannya maling hasil bumi kita. Maka kita harus musnahkan
segera!”
“Kalau tikusnya tidak maling bagaimana? Apa perlu kita
introgasi dulu? Soalnya kasihan kalau salah tangkap. Yang baik malah jadi kena
hukuman.”
“Di Negeri ini mana ada maling ngaku. Banyak yang pakaian
rapi, stelan jas hitam, pakai kemeja mahal ternyata dia maling. Di negeri ini
malingpun bersikap sopan, perkataannya manis-manis. Pantas saja tidak ketahuan
belangnya.”
“Tapi...... Semua bentuk tikus sama! Bagaimana kita
membedakan antara tikus baik dan jahat? Apakah kita harus bawa ke pengadilan
dulu?”
“Tidak perlu! Kalau ketemu tikus, langsung saja dibunuh.”
Mereka bergegas menempati pos penjagaan. Gelagat mereka
sudah seperti pejuang kemerdekaan. Mengendap untuk mengintai keadaan. Semalaman
harus terjaga tanpa tidur. Mata harus tetap melotot, melihat ke setiap sudut
persawahan. Tidak boleh sampai lengah! Sekali saja lengah, musuh bisa memangsa.
Perjuangan yang sudah terencana dengan baik, akan gagal.
Tikus-tikus
di Desa itu sangat pintar, mereka mengetahui rencana warga Desa. Malam itu
tikus-tikus sembunyi di rumah, tidak berani masuk ke persawahan. Kalaupun
masuk, mereka lebih berhati-hati bahkan bisa berkamuflase menjadi kucing untuk
mengelabuhi warga. Tikus menjadi kucing? Rasanya aneh, tapi di Desa itu
tikusnya ajaib. Bahkan bisa menjelma menjadi buaya, kodok, nyamuk bahkan
belatung sekalipun. Lihat! Betapa menyeramkannya tikus-tikus di sana.
Sepanjang
malam warga tidak menemukan tikus seekorpun. Mereka menduga tikus-tikus sudah
tidak berani lagi mengganggu. Pergi ke tempat lain atau mati terkena azab.
Itulah akibatnya kalau berani berbuat maling, azab paling besar siap menanti.
Warga Desa Suka Bebas merayakan kemerdekaan itu dengan penuh suka cita. Mereka
berteriak “Merdeka...! Merdekaaaa......!” Sepanjang jalan Desa. Wanita-wanita
turut bergabung, mengelilingi Desa dengan penuh semangat.
Beberapa
menit sebelum adzan subuh berkumandang, Joko kembali naik ke atas mimbar. Dia
siap untuk mengucapkan Orasi Kemerdekaan melalui pelantang yang cukup keras.
Bahkan suaranya terdengar sampai ke kota.
“Kepada
seluruh warga Desa Suka Bebas.” Suara Joko serak-serak basah dan penuh semangat
“Pertempuran satu malam yang kita laksanakan, telah berbuah manis. Kemerdekaan
telah berhasil kita raih. Tikus-tikus itu tidak berani lagi menginjakkan
kakinya ke Desa kita. Atas dasar persatuan, kekuatan, semangat yang berkobar
telah mengantarkan kita menuju pintu kemerdekaan. Perekonomian kita akan
kembali stabil, hasil bumi tidak lagi dijajah, maling-maling berhasil kita
cabut sampai ke akar-akarnya. Inilah buktinya jika kita menolak segala jenis
hama yang berkeliaran di Desa kita. Bukti jika kita serius ingin merdeka dari
segala penjajah. Untuk itu, saya mengucapkan selamat kepada seluruh warga Desa
Suka Bebas. Kita berhasil masuk ke cahaya yang lama kita impikan. MERDEKA!”
Sontak
dengan penuh semangat seluruh warga berteriak “Merdeka...! Merdeka....!” hingga
pada akhirnya adzan berkumandang. Warga kembali ke rumah masing-masing untuk
menjalani kewajiban. Bersiap menempuh kehidupan yang baru. Kemerdekaan yang
utuh, kemerdekaan yang nyata.
Tapi
ketika matahari sudah menampakkan diri. Merajai siang, tikus-tikus yang
bersembunyi tiba-tiba keluar. Mereka melahap habis padi-padi yang mulai
menguning. Begitu kelaparan dan rakus. Bahkan bukan hanya daun, sampai ke
akarnya padi itu disantap. Desa begitu sepi, sebab para petani tertidur pulas
siang itu. Mereka lelah terjaga sepanjang malam, dan tikus-tikus menjadi lebih
gila. Mereka tahu siang itu, para petani sedang beraktivitas di alam mimpi.
Hanya Roby yang terbangun, dia tidak mengusir tikus-tikus. Melainkan
membiarkannya saja sambil tersenyum sini, kemudian pergi menuju kota.


Keren nafri
ReplyDeleteTerimakasih ya :)
DeleteNaf, suka banget sama cerita ini😊👏👏aku suka....
ReplyDeletecerita kmu yg ini banyak artinya...pokoknya suka👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍d tunggu cerita lainnya
Wahh terimakasih. Jangan bosan mampir ke Kamar Sastra Nakal
DeleteHehe
👏👏👏
ReplyDelete😊😊😊😊
DeleteHarrah's Casino Reno - Mapyro
ReplyDeleteHarrah's Casino Reno in 의왕 출장안마 Reno, 여수 출장샵 Nevada. Coordinate: 안동 출장마사지 4.0. Coordinate: 나주 출장안마 40.1 km. Distance from center 광양 출장안마 of Reno, NV 89449. Coordinate: 45.1