Misteri
Kamar Kos
(Joko
& Roby)
Kamar kos nomor sepuluh yang terletak di pojok, sudah
terbungkus sarang laba-laba. Hampir lima tahun tidak pernah ditempati. Terakhir
ada seorang pemuda bernama Roby yang tinggal di sana. Dia hanya bertahan selama
sebulan, setelah itu menghilang ditelan bumi. Kedua orang tuanya sudah
melaporkan pada pihak berwajib.
“Tolong cari anak saya,
Pak. Kasihan dia sendirian”
Ibu Roby sudah seminggu
menangis tanpa henti. Menghilangnya Roby dengan tiba-tiba membuat urat sabarnya
putus. Berulang kali Pak Budi menenangkan istrinya, tapi sia-sia.
Apalagi ketika menatap foto keluarga berukuran dua kali
dua meter yang terpampang di dinding kamar. Ibu sering menangis dan memanggil
namanya. “Roby..... Roby..... Kemana kamu, Nak?” Setiap kali istrinya kumat,
Pak Budi hanya mampu menenangkan sebisanya. Dia takut istrinya mengalami
gangguan kejiwaaan, jika terus berada dalam kesedihan mendalam.
“Kita tidak bisa berbuat banyak, bu!” Polisi sudah
memasang garis kuning di depan pintu kos.
“Maksudnya, pak?” Ibu
terus mendesak polisi untuk berusaha.
“Seminggu pencarian ini,
kita tidak menemukan tanda-tanda. Menghilangnya Roby membuat kita berduka.”
“Pak.... Cari Roby
secepatnya.”
“Kami sedang berusaha,
bu. Mohon ibu tenangkan diri dulu....”
“Tolong pak.... Roby
harus segera ketemu!”
Pak Polisi bingung
menghadapi Ibu, dia mengerti perasaannya. Bagaimana tertekannya orang tua, saat
anaknya menghilang secara tiba-tiba. “Kami akan terus mencari dan menjadikan
kasus ini sebagai salah satu kasus serius. Ibu tenang saja!”
Perlahan Ibu bisa
menenangkan diri, percaya kepada pihak berwajib untuk mengurus kasus
menghilangnya Roby. Pak Budi merasakan suasana hati istrinya mulai membaik.
Keluar dari tekanan alamiah, yang dirasakan sebagai seorang ibu. Pak Budi
sebenarnya juga merasa tertekan, tapi dia bisa mengontrol diri. Memagar jiwanya
agar tidak terlalu larut dalam kesedihan.
Hari ke hari berjalan sangat cepat. Tidak juga ada titik
terang dari kasus menghilangnya Roby di kamar sepuluh. Lima tahun berselang,
kamar itu masih tersegel garis polisi berwarna kuning. Dinding berwarna hijau
mulai memudar. Pintu kayu yang tebal, kini rapuh dimakan rayap. Engsel pintu
juga sudah copot lengkap dengan gagangnya. Lima tahun tidak tersentuh,
dibiarkan kosong. Mahasiswa yang tinggal di kamar lain juga tidak peduli.
Mereka enggan mendekat, apalagi masuk ke kamar angker itu. Polisi juga sudah
menyerah, keluarga Roby ikhlas dengan tragedi yang menimpa.
Ketika malam minggu, tepat jam 19.30 saat penghuni kos
bersiap untuk menikmati dunia. Seorang pemuda bernama Joko tiba-tiba muncul
dari balik pintu. Berjalan menuju sudut ruang, berhenti tepat di depan kamar
nomor 10 yang angker. Dipandangnya beberapa menit, Joko penasaran dengan kamar
itu. Sekalipun sudah sering diperingatkan, tapi dia tidak peduli.
Joko berteman dengan seorang pemuda penghuni kos nomor 9
bernama Zulkifli. Kamarnya bersebelahan dengan kamar angker. Setiap malam
menurut pengakuan Zulkifli, dia mendengar suara aneh dari kamar sepuluh. Mengerikan!
Apalagi bila malam jumat tiba. Dia tidak bisa tidur semalaman suntuk. Zulkifli
tidak betah, itulah mengapa dia sering mengundang Joko untuk menginap di
kamarnya. Joko tinggal tidak jauh dari kos Zulkifli, dia seorang pria
pemberani. Pecinta hal yang bersangkutan dengan mistis. Saat malam Jumat, dia
sengaja tidak tidur menikmati suara aneh dari kamar sepuluh.
Zulkifli bertambah
takut, Joko sering berpura-pura kesurupan. Syok terapi setiap malam Jumat,
Zulkifli sudah kukuh tahun depan dia harus pindah kos. Enggan menginjakkan kaki
di tempat itu. Meninggalkan suara-suara aneh yang selalu mengganggu tidur. Menangkan
diri, bahkan kalau perlu menjalani terapi untuk menenangkan pikiran.
Sudah lama Joko terbendung oleh penasaran yang cukup
besar. Sekarang kamar itu ada di hadapannya. Tidak ada siapapun di sana,
tangannya memegang gagang pintu. Memutar sampai terbuka, tapi sebelumnya
tiba-tiba gagang itu patah. Joko kaget, mundur beberapa langkah.
“Pintu ini sudah sangat
rapuh” Rayap tiba-tiba keluar dari selipan pintu. Joko memukul-mukul pintu,
akhirnya terbuka dengan sendiri. Selangkah lagi, Joko bisa melihat sesuatu yang
tersembunyi di baliknya. Misteri yang selama ini dia terka. Sebentar lagi akan
terkuak.
Dia mengintip dari celah-celah pintu. Gelap, tanpa ada
sedikit cahaya. Joko hanya bisa melihat dinding hijau pudar dengan tulisan
‘Roby’ cukup besar. Tapi saat pintu itu terbuka habis, tiba-tiba cahaya besar
menerpa matanya. Joko menjadi silau, dia menutup mata dengan sikut. Tubuhnya
seperti terhisap ke lobang waktu yang besar. Melayang dan terhempas pada garis
cahaya yang panas. Joko tidak bisa melihat apapun, cahaya itu memaksanya untuk terpejam.
Sadar ada yang tidak beres, Joko menerawang dengan
jemarinya. Berusaha mencari pintu keluar, tapi gagal. Di belakangnya hanya ada
dinding yang dihias sarang laba-laba. Joko memukul bahkan mendobrak, tapi tidak
membuahkan hasil apapun. Cahaya itu mendadak redup, akhirnya hilang secara
tiba-tiba. Joko membuka mata perlahan, tubuhnya gemetar sebab suara yang pernah
dia dengar kini semakin besar. Dia yakin, posisinya sangat dekat.
“Ya ampun....” Joko berteriak keras setelah kedua matanya
terbuka lebar. Dia melompat ke belakang dan terbentur dinding. Joko terkejut
melihat seekor tikus sebesar gajah. Joko berada di negeri asing, penghuninya
hanya tikus-tikus raksasa yang bisa berbicara. Sungguh mengerikan! Padahal alam
sekitar cukup indah. Bayangan gunung tertutup awan, hutan yang masih asri dan laut
lepas dengan ombak tenang. Negeri itu kaya raya, tapi kenapa penghuninya hanya
segerombolan tikus? Joko memukul wajah, berharap itu hanyalah mimpi. Sekuat
apapun Joko memukul, tetap saja itu nyata.
Ternyata suara yang selama ini dia dengar berasal dari
sana. Negeri ajaib dan kaya raya yang berada di balik sel kamar. Padahal cover-nya tampak lusuh dan mengerikan. Penjara
kamar kos nomor sepuluh yang katanya angker, ternyata menyimpan sesuatu yang
mengejutkan. Di baliknya terkubur negeri tahayul yang begitu asri. Menyimpan
sumber makanan yang berlimpah. Gunungnya saja menimbun emas batangan. Pantas
saja tikus-tikusnya berbadan besar. Dibiarkan makan sesuka hati, tanpa ada
pengawalan dari manusia. Tikus-tikus menjadi makmur, sebab tidak ada yang
berani menghentikan.
Lama Joko bertanya dalam diri, “Kenapa bisa?” tiba-tiba
dia sadar satu hal. Seekor tikus raksasa mengejarnya. Joko lari
terpingkal-pingkal, mengikuti jalan tanah yang sedikit becek. Menerobos
belantara hutan, melewati kebun pisang. Joko berhenti sejenak, melompat tinggi
dan mengambil beberapa pisang yang sudah masak. Lalu kembali lari secepatnya, tikus
itu berlari lambat. Perutnya buncit karena banyak makan. Jadi Joko bisa
menyelamatkan diri, masuk ke sebuah gua. Bersembunyi di balik batu besar.
Gua itu sangat gelap, Joko tidak bisa melihat apapun. Dia
tidak mendengar suara dari tikus besar. Joko yakin tikus itu pasti sudah tidak
lagi mengejarnya. Perlahan dia mengintip, tapi ada sesuatu yang merasa lengket
di kakinya.
“Apa ini?” Joko melihat
telapak kaki, dia menginjak kotoran tikus “Ishh....” Mukanya langsung berubah
jijik. Joko mendekat ke dinding gua, menempelkan kakinya agar kotoran itu
hilang. Tapi tanah-tanah dinding itu ternyata sudah dikuasai oleh semut-semut
api yang tiba-tiba keluar. Menyerang Joko yang mulai ketakutan.
Tepat pada waktunya, Joko ditarik oleh seorang pria. “Ikuti
aku!” Tanpa ada jawaban, Joko langsung berlari mengikuti langkah pria itu. Keluar
dari gua, masuk ke dalam belantara yang lebat. Menyebrangi sungai, melewati
rawa-rawa dan akhirnya tiba di dataran tinggi. Mereka menaiki tebing
menggunakan seutas tali tambang yang besar. Pria itu sangat lincah, tampaknya
dia seorang pengembara yang tersesat. Joko kewalahan memanjat, tiba-tiba tali
itu tertarik. Joko panik, setelah melihat ke atas dia merasa lega. Pria itu
menarik tali, agar Joko tidak kewalahan.
Mereka berada di pertengahan gunung. Di atas tebing yang
tinggi. Dari sana Pemandangan negeri yang luar biasa terpampang nyata dan
jelas. Segala sumber daya yang melimpah terlihat sangat kecil. Gunung tertinggi
di negeri ajaib, memberikan gambaran begitu kayanya negeri itu. Di atas tebing
ada sebuah gubuk kecil terbuat dari daun-daun. Dindingnya hanya ditopang oleh
kayu dan lantainya beralas tanah. Di sanalah pria itu tinggal seorang diri.
Memanfaatkan alam sebagai penopang hidup.
“Siapa namamu?” Joko duduk menggigil di atas kursi kayu. Pria
itu menyalakan tungku, dan api unggun melelehkan suasana malam yang dingin.
“Namaku Roby.”
“Apa?” Joko terpental ke
belakang, jatuh dari kursi.
“Kenapa? Kok kaget.” Roby
mendekat dan menolong Joko yang terjatuh.
“Kau masih hidup?”
“Iya aku sehat... bahkan
bahagia!”
“Kau menghilang lima
tahun yang lalu.”
“Aku..... sebenarnya
menghilangkan diri, negeri ini perlu dirombak. Aku bersedia meski seorang
diri.”
“Keluargamu khawatir! Lima
tahun sudah mereka menahan sedih.”
Roby menatap Joko dengan
penuh tanda tanya “Bagaimana keadaan mereka?”
“Tidak tahu, sepertinya
baik-baik saja.”
“Syukurlah.... Saat aku tinggal
di kamar nomor sepuluh. Setiap malam aku mendengar suara-suara aneh. Aku
penasaran, hingga pada suatu malam aku sengaja tidak tidur demi mencari sumber
suara itu. Sebuah cahaya besar mengantarku hingga kemari....”
“Tunggu!” Joko memotong
pembicaraan “Cahaya besar?”
“Iya... Cahaya itu yang
menuntunku hingga kemari dan tak dapat kembali.”
Joko kaget setengah mati. Napasnya membara dan jantungnya
berdetak sangat kencang. “Jadi......” Perkataannya mulai terbata “Tidak ada
jalan keluar dari sini?” Roby menggelengkan kepala dan meminum secangkir teh hangat
hasil kebunnya selama lima tahun di atas gunung. “Matilah aku.....!”
“Tidak mati kok, kita
bisa berkebun, mencari ikan dan memanfaatkan alam untuk kelangsungan hidup.”
Roby tersenyum seperti tanpa beban.
Tapi Joko hanya
memandangnya hampa. Bagaimana mungkin Roby bisa hidup tenang seorang diri
selama lima tahun di negeri asing. “Awalnya aku juga merasa khawatir sepertimu.
Tapi pengalaman membuatku terbiasa.” Kata itu keluar dengan mulus tanpa ada
gangguan.
“Aku bisa gila! Pokoknya
kita harus cari jalan keluar.”
“Tidak ada jalan keluar,
kita harus memberantas tikus-tikus besar itu. Agar dia tidak memakan semua
sumber daya alam dan kita mati kelaparan.”
“Pasti ada! Aku
yakin....”
“Tidak ada, yang aku tahu
tidak jauh dari sini ada sebuah istana, di dalamnya tinggal raja tikus.”
“Apakah di sana ada jalan
keluar?”
“Aku tidak tahu! Tapi apa
salahnya kita coba cari ke sana.”
Joko menghela napas, dia
seperti putus asa “Kita bisa mati dihimpit tikus-tikus itu!”
“Tidak! Tikus itu cuma
badannya saja yang besar, tapi otaknya kecil. Dia banyak makan, tapi tidak
banyak bergerak.”
“Lalu, apakah penting bagiku untuk memusnahkan
tikus-tikus itu? Inikan negeri asing, negeri yang bukan menjadi kewajibanku
untuk membela. Biarkan saja!”
“Kita harus peduli! Tidak
ada siapapun di sini kecuali kita. Sekalipun negeri ini sangat asing, tapi kita
bisa menyelamatkannya untuk penduduk aslinya kelak. Ini minumlah dulu!” Roby
memberikan secangkir teh hangat pada Joko untuk melelehkan dingin yang
menyengat “Setelah itu barulah kita cari jalan untuk kembali.”
“Bagaimana kalau tidak
ada jalan?”
“Artinya kitalah penghuni
pertama dan kedua di negeri ini!”
“Ya ampun....” Joko
menggelengkan kepala tanda tidak setuju, lalu meminum teh hangat. Tidak ada
yang bisa dilakukannya, Roby lebih tahu medan yang mereka tempuh. Kabur darinya
sama saja bunuh diri. Joko pendatang baru, untuk bermain laga di negeri asing. Satu-satunya
cara hanyalah tidur menunggu mentari terbit dan malam menghilang ditelan waktu.
Mereka mengendap untuk melewati hamparan sawah. Sebab
sawah sudah dikuasai oleh tikus-tikus raksasa. Mereka memakan padi-padi yang
mulai menguning. Tapi, siapa yang menanam padi? Bukankah tidak ada penduduk
satupun. Menurut pemaparan Roby, semua kekayaan alam di negeri itu tumbuh
secara alami. Tidak ada campur tangan manusia. Apakah bisa? Namanya juga negeri
ajaib, sesuatu yang dianggap mustahil akan menjadi biasa saja.
Joko tersandung, jatuh ke dalam lumpur di pinggir sawah. Tikus-tikus
mencium bau mereka. “Gawat!” Roby menjulurkan tangan dan menarik Joko. Tikus
itu mengejar, mereka berlari menyelamatkan diri. Melewati hamparan sawah yang
luas. Tiba-tiba dari depan mereka, tikus-tikus yang lain sudah mengepung. “Ternyata
mereka cukup pintar!” Joko dan Roby terjebak. Tikus-tikus itu mengepung mereka.
Perlahan mulai mendekat, tubuh tikus yang besar siap menimpa Joko dan Roby.
“Mereka ini apa?” Joko heran, sebenarnya tikus ini
binatang biasa atau siluman.
“Binatang!”
“oh...” Joko mengambil
keju raksasa dari dalam tasnya, melempar ke tengah sawah. Tikus-tikus tergoda,
berebutan untuk melahap keju raksasa yang dilempar Joko.
“Dari mana kau dapat
keju?”
“Alam!”
Tanpa ada pertanyaan
lagi, mereka pergi menjauh dari tikus-tikus itu. “Ternyata alam menyimpan
kekayaan yang luar biasa.” Joko mulai kagum dengan negeri itu. Dia bahkan
tersenyum manis kepada Roby.
Melewati setapak tanah yang becek, serta gerimis yang
mulai turun. Mereka tiba di sebuah gerbang besar. Ada tulisan raksasa di
atasnya ‘Raja Tikus’ begitulah tulisan itu terpampang besar. Joko sampai
terkagum, dia menelan ludah.
“Seberapa besar rajanya?”
“Tidak begitu besar!”
Ketika mereka masuk,
mengendap hingga ke altar. Barulah Joko tidak bisa berucap banyak. “Ya
ampun...” Kagumnya pilu, melihat raja tikus berukuran Dinosaurus. “Ini....
sangat besar!”
“Anggap saja kecil!” Roby
menangkan Joko.
“Aku mau keluar... Aku tidak sanggup menghadapi tikus
sebesar ini.”
“Jangan....! Kita sudah
sejauh ini, meskipun besar dia tetap saja binatang.”
“Siapa dia?” Joko
menunjuk ke arah seorang wanita cantik dan seksi yang sedang mengipas raja
Tikus yang terlelap.
“Seorang wanita!”
“Sungguhan?” Joko merasa
aneh, kok bisa Raja Tikus dilayani oleh seorang wanita yang sangat cantik.
“Iya, dia pengawal setia
Raja Tikus. Wanita cantik dan seksi.”
“Ternyata tikus itu genit
juga, dasar binatang! Enak betul jadinya. Makan banyak, suka maling dan dilayani
wanita cantik. Pantas saja tikus-tikus itu merasa nyaman di penjara kamar nomor
sepuluh”
“Sssttt.....!” Roby menutup
mulut Joko “Jangan berisik! Nanti penyamaran kita ketahuan.”
“Apa yang harus kita
lakukan?”
“Begini..... kita
harus...” Tiba-tiba istana itu berguncang. “Ada apa ini?” Joko dan Roby kaget.
Apakah terjadi gempa bumi? Ternyata tidak, dari balik pintu istana yang besar.
Ribuan tikus berbondong masuk ke istana. Mereka sudah mencium keberadaan Joko
dan Roby.
“Rob, apakah kita satu pemikiran!” Joko kembali menelan
ludahnya yang pilu.
“Iya sepertinya begitu.”
“Jadi apa rencanamu?”
“Lari......!”
Mereka berlari cepat,
Raja Tikuspun terbangun. Ribuan tikus mengejar mereka. Mencari Joko dan Roby
hingga dapat. Sebab keberadaan mereka berdua, akan merusak populasi tikus yang
berkuasa di negeri itu. Joko dan Roby tiba di sebuah ruang besar tanpa ada properti
sedikitpun. Pintu yang mereka kunci menggunakan kayu, tiba-tiba jebol didobrak
ribuan tikus. Mereka tidak bisa berlari, terjebak di ruangan itu. Tersudut dan
punggung mereka menempel di dinding. Tikus-tikus perlahan mendekat, mereka
semakin mendekati ajal. Tidak ada cara lain, dobrak! Mereka mengerahkan seluruh
tenaga untuk mendobrak dinding-dinding besar itu. Ruangan itu bergoyang,
tiba-tiba saja kekuatan dahsyat hadir dalam tubuh Joko dan Roby. Hingga saat
dobrakan terakhir dinding itu jebol, mereka terpental keluar.
Tubuh mereka tersungkur, Joko bangkit dan memgucek
matanya yang kelilipan. Joko tercengan dan memanggil Roby.
“Rob.... Rob....”
“Ada apa?”
“Lihat itu!”
Mereka melihat banyak
warga mengkerubuni mereka. Begitu pula dengan mahasiswa dan polisi. Mereka
semua terkejut ketika melihat Roby. Bagaimana bisa Roby menghilang di kamar
kosnya selama lima tahun lalu kembali lagi. Setelah itu mereka menatap aneh ke
arah Joko. Polisi tidak bisa berkata banyak, mereka memberikan air putih kepada
Joko dan Roby.
“Syukurlah! Akhirnya kita kembali lagi ke dunia nyata.
Negeriku tercinta yang tidak ada tikus-tikus raksasa. Aku merasa aman!”
Tapi tidak dengan Roby,
dia merasa stres berat. “Aku mau kembali ke negeri itu, membasmi tikus-tikus
raksasa!” Roby seperti orang gila, dia berlarian di kamar nomor sepuluh yang
angker. Polisi berusaha menenangkan, tapi gagal.
“Kenapa dia?” Seorang
polisi bertanya pada Joko.
“Entahlah! Dia butuh
perawatan, jiwanya terganggu.”
Setelah itu Roby langsung dilarikan ke rumah sakit jiwa. Perjalanannya
selama lima tahun dalam membasmi hama tikus di negeri ajaib. Dianggap gila oleh
khalayak. Banyak yang tidak percaya dengan cerita Roby dan tikus raksasa. Tapi
beberapa orang yang berpandangan kritis menganggapnya nyata. Mereka sering
mengkaji cerita Roby dan menggali fakta. Meskipun selalu gagal, sebab
tikus-tikus itu bersembunyi di balik sel kamar nomor sepuluh yang angker. Tidak
semua orang bisa melihat. Sedangkan Joko memilih untuk bungkam dan menikmati
hidupnya yang hambar.


No comments:
Post a Comment