(Rayuan Maut Anti Jones)
Warning!
Gombal-Gembel
Setelah mengkaji
berbagai persoalan yang sering dihadapi remaja saat ini. Kegalauan menjadi
candu luar biasa, mengubah motivasi dalam diri. Menggugurkan kepercayaan
terhadap percintaan. Apalagi mereka yang galau bertahun-tahun, sendiri sejak
lama. Tentu terkadang merindukan perhatian, kasih sayang serta pelbagai hadiah
dari pasangannya.
Kesendirian
menjadi momok yang menakutkan. Ketika ulang tahun tidak ada yang memberi
hadiah, tidak ada yang mengucapkan selamat: pagi,siang dan malam. Tidak ada
yang memberikan perhatian: Sudah makan? Sudah mandi? Sudah pasang baju? Atau
sudah tidur?
Kecenderungan
sendiri, tidak baik bagi kesehatan hati. Ketika hati tidak berguna, hanya
menjadi debu. Maka akan mengubah
motivasi hidup seseorang. Kasus ini tidak diinginkan oleh setiap orang. Kesendirian
cenderung menyerang mereka yang tidak tahu akan cinta, Gapcin (Gagap Cinta) atau tidak pandai merayu.
Pelbagai
obat tidak mampu menyembuhkan keadaan. Dorongan dalam diri tidak bisa
memotivasi. Tulisan ini hadir sebagai pil
untuk menyelesaikan berbagai persoalan. Tidak bisa memberikan jodoh, karena
jodoh ada di tangan tuhan. Setidaknya menjadi penghibur sepi, dalam kesendirian
pembaca.
Tulisan
ini dapat menyebabkan kejang-kejang, kesedihan, kegalauan serta baper
bertahun-tahun. Tentunya tidak layak untuk dibaca, karena mengandung humor yang
berlebihan (alay). Tapi, jika
penasaran silahkan dibaca! Risiko tidak ditanggung penulis!
Titik.
Kamar
Sastra Nakal.
Hujan
Kalau kata
anak gaul sekaligus Jomblo, hujan itu tidak mengandung air
tapi kenangan. Semakin deras, semakin banyak kenangan yang berjatuhan. Ketika
melihat keluar jendela, semakin rindu sama mantan. Tanpa terasa tiba-tiba hujan
dari mata ikut mengguyur. Pernah saat pagi buta, setelah membuka jendela. Hujan
pagi itu seperti rintik rindu. Dinginnya memeluk sekujur tubuh, menjadikan aku
gemetar. Pada akhirnya aku putuskan kembali ke kasur, menyibak selimut
melanjutkan tidur. Dari pada ingat mantan terus.
1.
“Kamu itu
seperti hujan”
Wanita
cantik berkuncir kuda tampak keheranan.
“Kok bisa?”
Dengan
wajah optimis aku menatapnya dalam
“Meskipun
terkadang ngeselin, tapi bikin nyaman.”
“Krik”
“$%^%$%”
2.
“Hujan
pagi ini tidak dingin ya!”
“Ihhh..
dingin tau.” Wajah manis itu tampak menggigil.
“Soalnya
aku sudah terbiasa menghadapi dinginnya dirimu.”
“Krik...”
“Sini aku
peluk!”
Tapi dia
malah menampar pipiku.
3.
“Kamu itu
seperti hujan.”
“Loh.. kok
gitu?” Dia optimis mendengarkan rayuanku.
“Gak tau
kenapa!”
Dia malah
pergi meninggalkan aku sendiri
Tanpa ada
pelukan hangat darinya.
4.
“Setetes
air tidak bisa menghentikan langkahku.”
Dia tidak
berkomentar
“Tapi,
setetes cintamu membuat aku terpaku dan enggan pergi dari sisimu.”
“Ahh...
Kamu bisa aja”
“Tapi
bohong”
Wajahnya
cemberut.
5.
“Mana
mungkin ada yang lebih lebat dari hujan!”
“Ada...” Jawabnya
menggenggam jemariku
“Apa?”
“Cintaku
padamu!”
Aku
gemetaran, seketika pingsan mendengar rayuannya.
6.
“Jadi,
kamu mau pergi?”
“Iya”
“Kemana?”
Dia
tampak ragu-ragu
“Memungut
hujan...”
Aku
tertawa lepas “Mana bisa!”
“Makanya
jangan pergi terus. Aku tidak bisa memungut rindu tanpamu!”
Aku diam.
7.
“Meskipun
jalanan, rumah-rumah, pepohonan semua basah.
Tapi kamu tetap kering dan hangat.”
Dia
melihat sekujur tubuhnya “Kenapa gitu?”
“Soalnya
akulah mentari yang selalu memberi kehangatan bagimu.”
Dia pura-pura
tidak mendengar.
8.
“Hujan
dan rindu itu beda-beda tipis.”
“Kenapa
gitu?”
“Sama
seperti kita, berbeda tapi menyatu”
Wajahnya
bingung, susah mengartikan rayuanku.
“Aku
tidak merasa begitu!”
“%$#^%”
9.
“Aku
tidak mengharapkan hujan hadir pagi ini.”
“Hujan
itu nikmat, harus disyukuri. Kamu mau tuhan marah karena kamu tidak bersyukur.
Kamu mau dikutuk, semua kenikmatan dicabut-Nya kembali. Kamu mau bumi kering,
kemarau tanpa hujan. Jadi cukup! Jangan mengeluh. Syukuri hujan yang hadir pagi
ini.”
Aku memutus
telpon itu, membuang ponsel sejauh mungkin.
10.
“”Aku
tidak mengaharapkan hujan hadir pagi ini.”
Aku takut
dia membalas dengan semprotan dahsyatnya.
“Kok
gitu?” Katanya pelan.
“Soalnya
yang aku harapkan hadir hanya dirimu.”
“Ohh....”
Aku
menutup ponsel membuangnya sejauh mungkin.
Awan
Awan tidak
pernah protes ketika diterpa panas. Tidak pernah mengeluh saat ditiup angin.
Tidak pernah marah meski diguyur hujan. Tidak takut di tengah kegelapan. Tidak sakit disambar petir. Awan itu fleksibel, seperti cintaku padamu. Banyak
cobaan, tapi bisa diselesaikan.
1.
“Awan itu
indah ya, lembut.”
“Iya, aku
suka.”
“Sama
sepertimu!”
“Ahh.. So Sweet...”
2.
“Kok
awannya gelap?” Dia menunjuk ke sebuah awan hitam.
“Iya,
karena mataharinya ada di sebelahku.” Aku tersenyum lebar
“Ohh...
jadi kamu nyuruh aku pergi ke sana? Nyuruh aku ke awan. Kamu menyalahkanku.
Gitu!”
Aku
membuang wajah pura-pura tidak mendengar.
3.
“Kalau
awan itu bisa mendengar” aku memandang awan yang putih suci “aku akan berbisik
padanya: aku ingin terbang ke sana”
“Aku
ikut” Kata wanita yang sedari tadi di
sebelahku.
“Kenapa
ikut?”
“Kamu mendung
tanpaku, kan aku mataharimu !”
4.
“Jangan
biarkan aku terbang ke awan tanpamu,
aku tidak
akan kuat!”
“Mau aku
kuati?”
“Gak
usah, nanti kamu lelah”
“Gak papa,
aku kuat kok.”
“Karena
itu, biarkan aku mempersiapkan diri agar setara denganmu.”
5.
“Awan itu
sebenarnya diam, kita yang bergerak!”
“Ahh...
gak mungkin, kita aja dari tadi diam kok.”
“Raga
kita memang diam, tapi cinta kita terbang menembus awan.”
6.
“Kenapa sekarang
awan itu mendung?”
“Karena
mau hujan”
“Bukan.”
“Jadi
kenapa?”
“Karena
dia cemburu melihat kita bersama”
7.
“Cukuplah
awan itu yang mendung!”
“Memangnya
kenapa?”
“Asalkan
jangan cintamu! Aku tak sanggup”
8.
Aku
mencoba meraih jemarinya
“Apa kau
pernah merasakan terbang di awan?”
“Belum,
bagaimana denganmu?”
Aku
menikmati setiap pandang matanya yang bersinar.
“Belum,
tapi kalau terbang di hatimu hampir setiap waktu.”
Senyum
manis terpampang nyata, menyambutku hari itu.
9.
Wanita di
sebelahku gelisah dengan tingkahku
“Kenapa
kamu melihat ke atas terus?”
“Aku...
melihat awan”
Dengan
terbata aku mengutarakan semuanya
“Kenapa?”
“Karena
ada wajahmu di sana, menyatu dengan gumpalan putih nan indah itu. “
10.
“Tolong
ceritakan padaku tentang awan!”
“Awan
tidak pernah marah saat disambar petir, tidak pernah mengeluh diterpa panas,
tidak pernah protes ketika tubuhnya menghitam”
“Aku
ingin seperti awan.”
“jangan...!!”
“Kenapa?”
“Cukup
jadi dirimu sendiri! Kau tidak pernah menyerah menghadapi diriku, problem yang
seharusnya menjadi bekal untuk mendewasakan diri. Kau setia menemani di antara
kurangnya diriku. Menjadi pelengkap pada pola puzzle yang belum terselesaikan.
Kau lebih istimewa dari awan.”
“Kalau
begitu aku tidak ingin kau ada di hatiku?”
“Kenapa?”
“Kau
harus masuk lebih dalam pada relungnya, agar tidak bisa pergi.”


No comments:
Post a Comment