Berkarya dengan rasa Memilih dengan selera Bertindak dengan nyata

BUKU NAKAL

Tuesday, May 29, 2018

Gombal-Gembel






 Gombal-Gembel
(Rayuan Maut Anti Jones)




Warning!


Gombal-Gembel

Setelah mengkaji berbagai persoalan yang sering dihadapi remaja saat ini. Kegalauan menjadi candu luar biasa, mengubah motivasi dalam diri. Menggugurkan kepercayaan terhadap percintaan. Apalagi mereka yang galau bertahun-tahun, sendiri sejak lama. Tentu terkadang merindukan perhatian, kasih sayang serta pelbagai hadiah dari pasangannya.
Kesendirian menjadi momok yang menakutkan. Ketika ulang tahun tidak ada yang memberi hadiah, tidak ada yang mengucapkan selamat: pagi,siang dan malam. Tidak ada yang memberikan perhatian: Sudah makan? Sudah mandi? Sudah pasang baju? Atau sudah tidur?
Kecenderungan sendiri, tidak baik bagi kesehatan hati. Ketika hati tidak berguna, hanya menjadi debu. Maka  akan mengubah motivasi hidup seseorang. Kasus ini tidak diinginkan oleh setiap orang. Kesendirian cenderung menyerang mereka yang tidak tahu akan cinta, Gapcin (Gagap Cinta) atau tidak pandai merayu.
Pelbagai obat tidak mampu menyembuhkan keadaan. Dorongan dalam diri tidak bisa memotivasi. Tulisan ini hadir sebagai pil untuk menyelesaikan berbagai persoalan. Tidak bisa memberikan jodoh, karena jodoh ada di tangan tuhan. Setidaknya menjadi penghibur sepi, dalam kesendirian pembaca.
Tulisan ini dapat menyebabkan kejang-kejang, kesedihan, kegalauan serta baper bertahun-tahun. Tentunya tidak layak untuk dibaca, karena mengandung humor yang berlebihan (alay). Tapi, jika penasaran silahkan dibaca! Risiko tidak ditanggung penulis!

Titik.

Kamar Sastra Nakal.







Hujan
         
Kalau kata anak gaul sekaligus Jomblo, hujan itu tidak mengandung air tapi kenangan. Semakin deras, semakin banyak kenangan yang berjatuhan. Ketika melihat keluar jendela, semakin rindu sama mantan. Tanpa terasa tiba-tiba hujan dari mata ikut mengguyur. Pernah saat pagi buta, setelah membuka jendela. Hujan pagi itu seperti rintik rindu. Dinginnya memeluk sekujur tubuh, menjadikan aku gemetar. Pada akhirnya aku putuskan kembali ke kasur, menyibak selimut melanjutkan tidur. Dari pada ingat mantan terus.

1.
“Kamu itu seperti hujan”
Wanita cantik berkuncir kuda tampak keheranan.
“Kok bisa?”
Dengan wajah optimis aku menatapnya dalam
“Meskipun terkadang ngeselin, tapi bikin nyaman.”
“Krik”
“$%^%$%”


2.
“Hujan pagi ini tidak dingin ya!”
“Ihhh.. dingin tau.” Wajah manis itu tampak menggigil.
“Soalnya aku sudah terbiasa menghadapi dinginnya dirimu.”
“Krik...”
“Sini aku peluk!”
Tapi dia malah menampar pipiku.


3.
“Kamu itu seperti hujan.”
“Loh.. kok gitu?” Dia optimis mendengarkan rayuanku.
“Gak tau kenapa!”
Dia malah pergi meninggalkan aku sendiri
Tanpa ada pelukan hangat darinya.


4.
“Setetes air tidak bisa menghentikan langkahku.”
Dia tidak berkomentar
“Tapi, setetes cintamu membuat aku terpaku dan enggan pergi dari sisimu.”
“Ahh... Kamu bisa aja”
“Tapi bohong”
Wajahnya cemberut.


5.
“Mana mungkin ada yang lebih lebat dari hujan!”
“Ada...” Jawabnya menggenggam jemariku
“Apa?”
“Cintaku padamu!”
Aku gemetaran, seketika pingsan mendengar rayuannya.


6.
“Jadi, kamu mau pergi?”
“Iya”
“Kemana?”
Dia tampak ragu-ragu
“Memungut hujan...”
Aku tertawa lepas “Mana bisa!”
“Makanya jangan pergi terus. Aku tidak bisa memungut rindu tanpamu!”
Aku diam.


7.
“Meskipun jalanan, rumah-rumah, pepohonan semua basah.  Tapi kamu tetap kering dan hangat.”
Dia melihat sekujur tubuhnya “Kenapa gitu?”
“Soalnya akulah mentari yang selalu memberi kehangatan bagimu.”
Dia pura-pura tidak mendengar.


8.
“Hujan dan rindu itu beda-beda tipis.”
“Kenapa gitu?”
“Sama seperti kita, berbeda tapi menyatu”
Wajahnya bingung, susah mengartikan rayuanku.
“Aku tidak merasa begitu!”
“%$#^%”


9.
“Aku tidak mengharapkan hujan hadir pagi ini.”
“Hujan itu nikmat, harus disyukuri. Kamu mau tuhan marah karena kamu tidak bersyukur. Kamu mau dikutuk, semua kenikmatan dicabut-Nya kembali. Kamu mau bumi kering, kemarau tanpa hujan. Jadi cukup! Jangan mengeluh. Syukuri hujan yang hadir pagi ini.”
Aku memutus telpon itu, membuang ponsel sejauh mungkin.


10.
“”Aku tidak mengaharapkan hujan hadir pagi ini.”
Aku takut dia membalas dengan semprotan dahsyatnya.
“Kok gitu?” Katanya pelan.
“Soalnya yang aku harapkan hadir hanya dirimu.”
“Ohh....”
Aku menutup ponsel membuangnya sejauh mungkin.




Awan
         
Awan tidak pernah protes ketika diterpa panas. Tidak pernah mengeluh saat ditiup angin. Tidak pernah marah meski diguyur hujan. Tidak takut di tengah kegelapan.  Tidak sakit disambar petir. Awan itu fleksibel, seperti cintaku padamu. Banyak cobaan, tapi bisa diselesaikan.  


1.
“Awan itu indah ya, lembut.”
“Iya, aku suka.”
“Sama sepertimu!”
“Ahh.. So Sweet...”


2.
“Kok awannya gelap?” Dia menunjuk ke sebuah awan hitam.
“Iya, karena mataharinya ada di sebelahku.” Aku tersenyum lebar
“Ohh... jadi kamu nyuruh aku pergi ke sana? Nyuruh aku ke awan. Kamu menyalahkanku. Gitu!”
Aku membuang wajah pura-pura tidak mendengar.


3.
“Kalau awan itu bisa mendengar” aku memandang awan yang putih suci “aku akan berbisik padanya: aku ingin terbang ke sana”
“Aku ikut”  Kata wanita yang sedari tadi di sebelahku.
“Kenapa ikut?”
“Kamu mendung tanpaku, kan aku mataharimu !”


4.
“Jangan biarkan aku terbang ke awan tanpamu,
aku tidak akan kuat!”
“Mau aku kuati?”
“Gak usah, nanti kamu lelah”
“Gak papa, aku kuat kok.”
“Karena itu, biarkan aku mempersiapkan diri agar setara denganmu.”


5.
“Awan itu sebenarnya diam, kita yang bergerak!”
“Ahh... gak mungkin, kita aja dari tadi diam kok.”
“Raga kita memang diam, tapi cinta kita terbang menembus awan.”


6.
“Kenapa sekarang awan itu mendung?”
“Karena mau hujan”
“Bukan.”
“Jadi kenapa?”
“Karena dia cemburu melihat kita bersama”


7.
“Cukuplah awan itu yang mendung!”
“Memangnya kenapa?”
“Asalkan jangan cintamu! Aku tak sanggup”


8.
Aku mencoba meraih jemarinya
“Apa kau pernah merasakan terbang di awan?”
“Belum, bagaimana denganmu?”
Aku menikmati setiap pandang matanya yang bersinar.
“Belum, tapi kalau terbang di hatimu hampir setiap waktu.”
Senyum manis terpampang nyata, menyambutku hari itu.


9.
Wanita di sebelahku gelisah dengan tingkahku
“Kenapa kamu melihat ke atas terus?”
“Aku... melihat awan”
Dengan terbata aku mengutarakan semuanya
“Kenapa?”
“Karena ada wajahmu di sana, menyatu dengan gumpalan putih nan indah itu. “


10.
“Tolong ceritakan padaku tentang awan!”
“Awan tidak pernah marah saat disambar petir, tidak pernah mengeluh diterpa panas, tidak pernah protes ketika tubuhnya menghitam”
“Aku ingin seperti awan.”
“jangan...!!”
“Kenapa?”
“Cukup jadi dirimu sendiri! Kau tidak pernah menyerah menghadapi diriku, problem yang seharusnya menjadi bekal untuk mendewasakan diri. Kau setia menemani di antara kurangnya diriku. Menjadi pelengkap pada pola puzzle yang belum terselesaikan. Kau lebih istimewa dari awan.”
“Kalau begitu aku tidak ingin kau ada di hatiku?”
“Kenapa?”

“Kau harus masuk lebih dalam pada relungnya, agar tidak bisa pergi.”


No comments:

Post a Comment

SISTEM KOMENTAR

PENULIS

"Sudikah Dirimu Setia Menantiku" NAFRI DWI BOY penulis buku "Sudikah Dirimu Setia Menantiku". Harga Rp. 50.000

KOMENTAR

HUBUNGI KAMI

Name

Email *

Message *