Diriku Selalu
Setia Menantimu
Pembuka
Setelah keputusanmu untuk meninggalkanku waktu itu. Menjadikan hati
ini selalu bertanya-tanya. Mengapa sampai hati kau membiarkanku menangis? Hujan
yang menerpa, memberikan kesan dramatis sekaligus tragis. Kenangan lama
akhirnya terbuka. Seorang pria yang tiba-tiba datang ke rumah. Mengirimku
sepaket buku aneh dengan sampul kehijauan.
Paket yang aku buka pelan-pelan. Menjadikan pikiranku
terombang-ambing. Buku dengan sampul kehijauan, tertulis namamu disana. Awalnya
aku ragu untuk membaca. Hanya akan menjebakku dengan perasaan yang sama. Tiga
tahun silam. Selepas kita mengambil keputusan itu.
Mengapa jemariku lihai membuka lembar perlembar? Mengapa
mataku tidak bosan melihat dan mulutku dengan polosnya membaca? Kata-kata itu
betul-betul menyayat hati. Tanpa disadari bulir dari mataku melesat jatuh. Membasahi
tepat pada halaman ke-71.
Aku tidak mengerti, mengapa diriku adalah suatu kebutuhan
untukmu? Perasaan yang mengalir di tengah kita, hanyalah ungkapan emosi. Rasa
itu punya batasan optimal. Kita yang menentukan jalan, mau kemana rasa itu
berlabuh? Persatuan atau perpisahan?
Jalan itu telah kau ambil dengan dramatis dan juga tragis. Kau
meninggalkanku kala hujan mengguyur. Kita berdua beradu argumen, mempertahankan
alasan yang hanya memecah. Saat aku sampai di pertengahan buku. Kalimat yang
kau tulis, hampir separuhnya mengarah pada hubungan kita.
Kau sungguh kejam. Mengapa kau hadirkan kembali cerita lama
itu, saat aku mulai bisa meng-ikhlaskan. Mataku mulai mencapai titik puncak,
air mata yang mengalir sudah sulit dibendung. Kalimat yang kau tulis “air
matamu adalah air mataku juga” sebagai peluru yang tertancap tepat di hatiku. “bila
jatuh dari matamu, maka jatuh dari mataku juga.”
Sekarang air mataku sedang berjatuhan. Bukan perlahan, tapi
sudah berdesakan. Adakah air matamu mengalir bersama kerinduan? Aku tidak
sanggup untuk membaca halaman berikutnya. Aku sudah tidak kenal padamu, meskipun
rasa dalam hati tetap menjadi abadi.
Buku yang kau tulis, sejarah berharga kisah cinta kita. Tapi
sekalipun menjadi sejarah, aku tetap semangat untuk mengkajinya. Pertanyaan
yang kau sematkan pada halaman 107 “Sudikah Dirimu Setia Menantiku” akan aku
jawab perlahan.
Sebatas ingatanku mengingatmu, aku akan membuka sejarah itu. Menceritakan
di sisi berlainan denganmu. Agar bila kau membacanya, kita bisa sandingkan
kedua perasaan yang tertulis. Itu cukup adil, mengingat saat ini aku dibendung
kerinduan.
Tiga tahun yang lalu, kisah kita berakhir. Kau memilih pergi
ke tempat yang tidak pernah aku tahu. Aku menetap sebagai seorang wanita yang
pasrah. Semoga tulisan ini bisa sampai padamu. Sebagai pesan, isi dari hatiku
waktu itu. Saat kita masih bersama dengan kedekatan yang mesra.
Bila nantinya kau bertanya,
mengapa aku menuliskan cerita ini?
Artinya dirimu sangat
berarti bagiku.
-Waktu itu-


mantappppppppp
ReplyDeletewahh trmakasih.. :)
Delete