Bagian 1
Dalam Genggam Terakhirku Hari Ini
Nafri
Dwi Boy
Dalam
genggam terakhirku hari ini
Membebaskan
angan untuk berjalan dari raga
Memutari
setiap sudut ruang
Merekam
dan tersimpan abadi pada memori hati.
Dalam
genggam terakhirku hari ini
Mengikat
jemari kita bersama seiring senja di luar jendela,
Dan
temali air mata itu mulai basah
Memeluk
seluruh sukma.
Dalam
genggam terakhirku hari ini
Aku
menyesal mengenalmu tanpa kedekatan
Sebatas
pandang di pelupuk mata
Tanpa
ada pelukan hangat di tiap harinya.
Dalam
genggam terakhirku hari ini
Mentari
itu mempercepat langkah, bersembunyi ke peraduan
Seolah
enggan menatap senyum yang mulai memudar
Dari
bibirku.
Dalam
genggam terakhirku hari ini
Senja
itu perlahan hitam, tak tampak olehku
Tubuh
dan lambaian mereka. Tenggelam.
Akhirnya
menyesalku tak mengenalmu terlalu dekat.
Titian Teras, 12
April 2017
Bagian 2
Sajak Burung Gereja
Nafri Dwi Boy
Dari atas mimbar sayup suara takbir
menggetarkan sangkar-sangkar burung gereja yang diimpor dari eropa
tetapi, beberapa saudaranya bersimbah darah
di lorong-lorong sempit bekas kandang-kandang kambing.
Burung gereja pribumi menuntut atas haknya mendapat pengakuan
serta beberapa biji bekas, pakan mereka untuk bertahan.
Mengapa harus menyalakan lampu disiang harimu?
sia-sia, sementara beberapa dari kita gulita ditiap harinya.
Burung gereja remaja, sigap berpindah dari dahan ke dahan
Melewati ranting-ranting pepohonan
Pada akhirnya sampai ke puncak dahan
Namun, di malam hari ajalnya terpaksa tiba.
Kamar Sastra Nakal, 08 Oktober 2017
![]() |
| "Berkarya dengan rasa, Memilih dengan selera, Bertindak dengan nyata" |
Bagian 3
Seruan Mahasiswa
Nafri Dwi Boy
Jika Indonesia kehilangan Bung Karno
Akan lahir kembali dari kalangan pemuda
Untuk memperjuangkan kebebasan
Yang lama memudar
Jika Indonesia kehilangan “Jati diri”
Kemana akan mencari ?
Hanya pemuda yang mampu
Memperbaiki!
Hamparan yang kita pijak di bumi Indonesia
Bukan sekedar gumpalan yang basah dan kotor
Jutaan mahasiswa berlarian saling bersahutan lewat aksi
Membela bangsa dari jeratan pemangsa
Jutaan mahasiswa dan pamflet-pamflet merah darah
Berseru di atas mobil berlapis baja :
“Saatnya kita bergerak, membangunkan garuda yang tertidur
Menjadikannya terbang membawa harapan dimasa depan”
Mahasiswa-mahasiswa dan pamflet merah darah
Berteriak saat dicabut haknya oleh pemangsa
Darah bersimbah, bukan lagi pembatas aspirasi yang lama terbenam
Sekalipun bibir dijahit, koyak-moyak tetap saja seruan itu terus berlanjut
Totalitas perjuangan bangsa, tidak menargetkan pada dunia luar
Internal negeri kita telah diborgol oleh kebohongan
Sandiwara menggerogoti badan-badan bangsa
Sehingga tubuh yang menua mulai merapuh
Sampai ujung pulau teriakku terdengar
Pemuda harus berbicara
Mencurahkan perih yang terbiasa tidur
Dalam diri.
Seruan ini ditujukan kepada seluruh mahasiswa
Sebelum garuda terlalu lama terlelap
Sehingga lupa
Dan tak dapat lagi melihat.
Universitas Jambi, 28 Oktober 2017
Bagian 4
Cerita Dari Laut
Nafri Dwi Boy
Nak, ini malam angin tak ikut bertiup
Layarku hilang kibarnya. Bahkan ombak
Terus berderu tanpa suara.
Ini malam, dekap selimutmu selalu.
Nuansa indah cahya langit memberi hangat
Air mata hanya akan membuatmu lemah, enyahkan.
Nak, Tuturkan doa dalam tiap sholatmu.
Itu adalah penawar rindu terdalam, pertengahan laut
Terasa begitu riuh dan gaduh. Namun kau tetap hangat dalam dekapan.
Kecupkan kening ibumu untukku. Gulita tak lama akan menerang,
Dan angin tak lagi malas untuk bertiup.
Hingga waktunya tiba, kau kudekap dalam pelukku.
“Meski kenyataan tak dapat merestui,
Jagalah selalu cinta dan kasih
Yang telah ditabur pada ladang hatimu.”
Titian Teras, 12 Februari 2017
Bagian 5
Orang-Orang Palsu
Nafri Dwi Boy
Coba kau tanya pada siang
Masihkah tampak orang-orangan itu
Bermain disisimu saat ini.
Orang-orang hanya berada
Disisi canda dan bahagia
Lalu pergi meninggalkan luka
Meninggalkan sebongkah batu
Dalam dada
Hingga koyakmu mengandung sesal.
Orang-orang hanya memeluk bintang
Dan tak inginnya memeluk mentari
Karena panasnya mengeroposi hati
Padahal, mentari adalah bintang
“Mengapa harus membedakan?”
Bila bisa memeluk keduanya.
Orang-orang lebih memilih senyuman
Dari padanya tangisan dibibir
Melupakan kebeningan hati dan kesuciannya.
Coba kau tanya pada malam
Adakah yang terbangun ketika bibirmu bergetar
Dan suaramu terbata mengucap “se-pi”
Orang-orang hanya lunglai menuju rumah
Sebotol vodka digenggam kanan menghiraukan
Jika engkau berada disampingnya.
Orang-orangan itu sebetulnya ilusi
Dan kau tak nyata adanya di bumi
Hidup adalah sepenggal kisah kesendirian.
Orang-orang hanya menyisir rambut pirangnya
Meluapkan kebutuhan diri sendiri
Dari pada tegur sapa sesama saudara
Orang-orang hanya memakai dasi
Seharga lamborghini
Padahal sesama keluarga kehilangan tegur sapa.
Titian Teras, 21 Maret 2017



Keren bang
ReplyDelete